JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Dua minggu lalu Badan Pemeriksa Keuangan ( BPK ) telah melaporkan hasil audit semester II tahun 2014 ke DPR. Di dalam laporan itu di antaranya menyangkut adanya beberapa perusahaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) SKK migas yang tidak patuh terhadap peraturan dan ingkar.
Atas ulah beberapa KKKS yang tak patuh, Negara mengalami kekurangan penerimaan yang cukup besar dengan total temuan Rp 6,19 trilyun, atas beberapa point pemeriksaan. Dari keseluruhan total kekurangan setoran itu di antaranya ada beberapa KKKS yang tidak mematuhi kontrak bagi hasil, seperti adanya overlifting pada tahun 2013. Overlifting dimaksud beberapa KKKS berhutang sebesar US$57,33 juta.
"Jadi temuan BPK selama ini SKK Migas dan Menteri ESDM mencantumkan lifting APBN/APBN-P tidak berdasarkan kontrak kerja sama dengan para KKKS. Artinya selama ini SKK Migas dan ESDM mencantumkan lifting APBN/APBN-P berdasar “feeling” dan semaunya," kata Direktur Eksekutif Indonesia Budget Control (IBC) Akhmad Suhaimi dalam keterangannya, Kamis (16/4/2015).
Oleh karena tingginya kerugian negara, IBC mendesak SKK Migas dan Menteri ESDM untuk terus menagih pada para KKKS yang ingkar.
Selain itu, ia juga meminta agar SKK Migas lebih tegas mengambil tindakakan dengan misal memutus kontrak terhadap KKKS yang membandel dengan mengalihkan kontraknya pada perusahaan lain.
"Jika tidak ada tindakan tegas seperti itu, publik layak curiga bahwa SKK Migas “main mata” dengan sengaja membiarkan pelangggaran para KKKS," ujarnya.
Ia juga meminta jika dalam klausul perjanjian kontrak SKK Migas dan KKKS jelas tercantum dan berakibat kerugian, untuk dilaporkan pada penegak hukum.
"SKK Migas juga harus membuka pada publik KKKS apa saja yang tidak kooperatif," jelasnya.
"Komisi VII harus meminta BPK audit kontrak lifting para KKKS guna mencocokkan dengan lifting yang tertera dalam APBN/APBN-P." (iy)