Berita
Oleh Sahlan Ake pada hari Jumat, 26 Okt 2018 - 00:02:53 WIB
Bagikan Berita ini :

Data Beras Kementan Rancu, Jokowi Diminta Evaluasi Amran Sulaiman

871.jpg.jpg
Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman saat panen raya padi di Sukoharjo. (Sumber foto : Ist)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Pakar Komunikasi Politik dari Universitas Jayabaya, Dr Lely Ariannie menyorotiperbedaan data beras antara Badan Pusat Statistik (BPS) dengan Kementerian Pertanian (Kementan).

Perbedaan data itu terlihat versi BPS yang menyebut surplus produksi beras 2018 hanya mencapai 2,8 juta ton, jauh di bawah data atau perhitungan Kementan.

Berdasarkan laman resmi Kementan, surplus beras tahun ini sebesar 13,03 juta ton. Perhitungan tersebut dari produksi beras 2018 sebesar 80 juta ton atau 46,5 juta ton setara beras, sementara total konsumsi beras nasional hanya 33,47 juta ton.

Lely menyebut, perbedaan ini dapat menciderai kepercayaan publik atas elektabilitas yang telah dibangun Presiden Jokowi selama empat tahun kepemimpinannya.

Karenanya, Lely meminta Presiden Jokowi segera mengevaluasi kinerja Menteri Pertanian Amran Sulaiman.

“Untuk apa Presiden mempertahankan benalu dalam kabinetnya kalau seandainya hanya menggerogoti kepercayaan publik?,” kata Lely, Jakarta, Kamis (25/10/2018).

Lely juga meminta Presiden Jokowi segera memanggil Mentan dan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) terkait perbedaan data produksi beras hingga akhir tahun 2018.

Pemanggilan tersebut untuk memastikan dimana letak persoalan data yang membuat data berbeda sedemikian besar.

Langkah lain pemerintah dalam upaya memastikan validitas data, menurut Lely adalah dengan melibatkan fungsi pengawasan DPR.

Hal ini sekaligus menegaskan kepada masyarakat bahwa eksekutif dan legislatif punya sikap yang sama dalam hal kepastian kebutuhan beras rakyat.

"Hal ini untuk menjawab bagaimana seharusnya pemerintah melaksanakan peran untuk kepentingan rakyat,” ucapnya.

Bahkan, kata Lely, membuka validitas data di parlemen secara transparan tidak menutup kemungkinan bisa mengungkap pihak-pihak yang mengambil keuntungan dari persoalan ini.

Sementara itu, pengamat politik Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin menilai, perbedaan data tersebut merupakan persoalan yang berlarut-larut dan selalu muncul dari tahun ke tahun, dan berujung pada tahun politik.

Ia tak menafikan polemik soal beras dan impor, menjadi persoalan yang mengganggu pemerintahan Jokowi.

Ujang memandang, sangat sulit mengampanyekan keberhasilan dan kesuksesan pemerintah jika sumber datanya berbeda.

Akibatnya, kubu oposisi bisa menangkap isu yang seksi ini untuk bisa 'menembak' pemerintah.

"Mengkritik itu tergantung momentumnya. Sekarang sudah ada momentum karena data yang tidak sama itu tidak mampu dituntaskan meski sempat disebut akan diselesaikan," katanya. (Alf)

tag: #jokowi  #kementerian-pertanian  #bps  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement