JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Segala kritik tentang dana kelurahan seharusnya direspons secara wajar. Pilihan kata (diksi) yang dipakai pun semestinya bukan kata-kata yang provokatif.
Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan menyampaikan hal itu menanggapi polemik dana kelurahan.
Fokus polemik mengacu kepada alokasi dana kelurahan yang bersumber dari dana desa. Padahal, dalam nomenklaturnya, dana desa tidak bisa digunakan untuk dana kelurahan. Sebab, dana desa sudah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Sementara dana kelurahan diambil dari pos anggaran untuk kecamatan.
Dana untuk kelurahan diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan menegaskan, setiap dana yang keluar dari APBN ada dasar hukumnya.
"Pemerintah tidak bisa melanggarnya dengan mengalokasikan dana desa untuk kelurahan," kata Heri di Jakarta, Jumat (26/10/2018).
Pemerintah melalui menteri keuangan ingin mengalokasikan dana kelurahan tahun depan sebesar Rp 3 triliun. Anggaran tersebut diambil dari dana desa yang tahun depan dinaikkan menjadi Rp 73 triliun dari sebelumnya Rp 60 triliun. Rinciannya Rp 70 triliun untuk dana desa dan Rp 3 triliun untuk dana kelurahan. Presiden Jokowi mengamini usulan alokasi anggaran tersebut.
Saat usulan itu dikritik oleh partai oposisi di parlemen, karena tidak memiliki dasar hukum, justru Presiden Jokowi merespons kritik itu dengan mengatakan ada politikus sontoloyo.
Menurut Heri, presiden semestinya berterima kasih atas kritik itu agar tak salah langkah, karena ada UU yang dilanggar. Bila kemudian ada regulasi khusus menyangkut dana kelurahan, pemerintah dipersilakan mengalokasikannya.
"Pemerintah hendaknya memilih diksi yang baik dan tidak provokatif. Kritik soal dana kelurahan sangat wajar disampaikan dan perlu direspon pula dengan wajar serta proporsional," ucapnya.
"Sekali lagi, antara dana kelurahan dan dana desa berbeda dasar hukum. Dana desa tidak boleh disusupi dana kelurahan," jelasnya. (plt)