JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Terpidana kasusvideo pidato Ahok,Buni Yani mengaku pasrah atas putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak kasasi terkait putusan hukuman tetap 18 bulan penjara.
Meski menerima putusan MA tersebut, Buni Yani menganggap putusan itu sebagai kedzaliman yang luar biasa.
Buni Yani menegaskan, bahwa dirinya tidak pernah mengedit video pidato eks Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagaimana yang dituduhkan.
"Kalau saya diputuskan bersalah oleh karena gara-gara sesuatu yang tidak saya lakukan. Demi Allah saya tidak melakukan itu, dan saya sekarang melakukan mubahalah,"kata Buni Yani di Jl H Saabun, Jati Padang, Jakarta Selatan, Kamis (29/11/2018).
"Jadi, sebagai warga negara yang baik, saya akan menerima apa pun keputusannya dari Mahkamah Agung, meskipun itu dzalimnya, biadabnya, minta ampun," sambungnya.
Majelis hakim tingkat pertama, PN Bandung, sebelumnya menghukum Buni Yani karena terbukti mengedit video pidato Ahok berdurasi 1 jam 48 menit 33 detik menjadi 30 detik.
Sementara itu, pengacara Buni Yani, Aldwin Rahadian, mengatakan pihaknya masih menunggu salinan putusan kasasi.
Dia mengaku masih akan lebih dulu mempelajari putusan untuk menentukan langkah selanjutnya.
"Petikan pun belum, apalagi salinan putusan. Jadi kita menunggu, setelah itu ya tentu kita akan sikapi. Tapi ketika ada substansinya itu ditolak ya Pak Buni nanti bisa menyampaikan bahwa itu juga sangat mengecewakan karena Pak Buni Yani yakin, kami yakin. Bahwa apa yang dituduhkan tidak pernah dilakukan oleh Pak Buni Yani," ujar Aldwin seperti dikutip detik.com.
Jejak Kasus Pidato Ahok yang Menyeret Buni Yani
Diketahui, Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi Buni Yani. Dengan begitu, mantan dosen UNJ itu harus menjalani hukuman 18 bulan penjara atas kasus mengedit video Ahok.
Berikut perjalanan kasus Buni Yani:
6 Oktober 2016
Buni mengunggah memotong video pidato Gubernur DKI Ahok menjadi 30 detik. Ia juga menambahkan caption di postingan di sosmednya. Padahal, video asli dari pidato Ahok berdurasi 1 jam 48 menit 33 detik.
Potongan pidato itu ia sebar di sosial media dengan mengedit sehingga memancing massa turun ke jalan. Buni Yani pun diadili.
14 November 2017
Pengadilan Negeri (PN) Bandung memutuskan Buni Yani secara sah dan meyakinkan bersalah. Yaitu melakukan tindak pidana terkait UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena mengedit video pidato Ahok.
Buni terbukti secara sah bersalah melakukan mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik orang lain atau milik publik.
Buni Yani dijatuhi hukuman 18 bulan penjara. Tapi, Buni Yani tidak langsung ditahan.
"Buni Yani, ternyata alhamdulillah hakim sependapat dengan kita, bahwa dia dinyatakan terbukti bersalah melakukan kejahatan dan melanggar UU ITE, hanya waktu itu JPU saya menuntut 2 tahun serta perintah untuk ditahan dan denda Rp 100 juta, tapi putusannya hanya 1,5 tahun tanpa diperintah untuk ditahan," kata Jaksa Agung Prasetyo.
Baik Buni Yani dan jaksa, sama-sama banding.
Mei 2018
Pengadilan Tinggi (PT) Bandung menolak permohonan banding Buni Yani. Putusan itu diketuk oleh ketua majelis Muchtadi Rivaie, dengan anggota Achmad Sobari dan Heri Supriyono.
"Menerima permintaan banding dari Penasihat Hukum Terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum. Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Bandung Kelas I A Khusus tanggal 14 Nopember 2017 Nomor: 674/Pid.Sus/2017/PN.Bdg yang dimintakan banding tersebut," demikian putus majelis.
Buni Yani mengajukan kasasi.
22 November 2018
MA menolak kasasi Buni Yani. Perkara bernomor 1712 K/PID.SUS/2018 diadili oleh ketua majelis Sri Murwahyuni dengan anggota MD Pasaribu dan Eddy Army.
25 November 2018
MA melansir info putusan tersebut. Tapi, MA belum membeberkan amar putusan atas Buni Yani. Saat dimintai konfirmasi, jubir MA hakim agung Suhadi membenarkan informasi itu. Namun ia belum tahu detail putusan Buni Yani.
"Mengenai amarnya, saya belum tahu, tapi itu sudah diputus," ujar Suhadi.
Tapi apakah Buni Yani bebas?
"Kalau tolak perbaikan, artinya ada kualifikasi yang diperbaiki atau biasanya pidananya yang diperbaiki. Jadi tidak bisa dibilang langsung bebas juga. Ada hal-hal tertentu," ucapnya.
Kuasa hukum Buni Yani, Aldwin Rahardian, mengatakan, pihaknya akan mempelajari putusan dulu baru menentukan sikap.
"Saya baru tahu soal kasasi ini, saya akan cari tahu dulu isi putusannya," ucap Aldwin. (Alf)