JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Sebagai salah satu negara dengan tingkat kerawanan bencana yang tinggi, Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon menilai politik anggaran di Indonesia belum responsif terhadap penanganan kebencanaan.
"Itu sebabnya, bukan waktunya lagi kita menggunakan manajemen pemadam kebakaran, yang lebih menekankan aspek tanggap darurat pascabencana. Politik anggaran kita mestinya menggunakan pendekatan bersifat prefentif, atau antisipatif," kata Fadli dalam keterangan tertulisnya, Jumat (4/1/2019).
Oleh karena itu, lanjut Fadli, pengurangan anggaran BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika), serta Basarnas (Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan), tiga lembaga yang tupoksinya berhubungan dengan soal kebencanaan memang perlu dikritik.
Berdasarkan nota keuangan 2019, alokasi anggaran untuk BMKG, adalah Rp1,75 triliun. Angka itu memang naik 9,37 persen dibandingkan alokasi tahun sebelumnya, namun angka itu jauh di bawah anggaran yang diajukan BMKG sebesar Rp2,7 triliun.
Tahun lalu (2018), kebutuhan anggaran BMKG yang mencapai Rp2,69 triliun, namun anggaran yang dialokasikan hanya Rp1,70 triliun.
Begitu pula pada 2017, dari kebutuhan Rp2,56 triliun, anggaran yang diberikan hanya Rp1,45 triliun. 2016 pun sama dari kebutuhan Rp2,2 triliun, anggaran yang diberikan Rp1,3 triliun saja.
Akibatnya, lanjut dia, BMKG mendapatkan kendala untuk merawat, memperbaiki, ataupun melakukan pengadaan peralatan yang terkait dengan monitoring dan early warning systemkebencanaan.
"Pada peristiwa bencana Donggala-Palu, misalnya, BMKG justru mengakhiri peringatan tsunami sesaat sebelum gelombang menerjang. Itu kesalahan yang sangat fatal. Dan kesalahan itu terjadi karena sistem peringatan dini tidak berfungsi," tegasnya. (ahm)