Opini
Oleh Harryadin Mahardika (Pengamat Kebijakan Publik) pada hari Senin, 04 Feb 2019 - 13:10:03 WIB
Bagikan Berita ini :

Jokowi Melawan Air Mata

tscom_news_photo_1549260603.jpg
Momen Ari Lasso saat memeluk Dul di acara konser reuni Dewa 19 di Malaysia, Sabtu (2/2/2019). Dul tak kuasa menahan tangisnya karena teringat sang ayah, Ahmad Dhani yang kini mendekam di balik jeruji besi LP Cipinang Jakarta Timur. (Sumber foto : Ist)

Dul memainkan tuts keyboardnya dengan gemetar. Matanya merah menahan air mata. Beberapa detik kemudian Dul akhirnya tak kuasa menahan lagi, basahlah jua kedua pipinya.

Foto besar Ahmad Dhani yang tersorot di layar belakang menambah haru momen itu. Ari Lasso dan Andra Ramadhan memeluk Dul bergantian. Tangis ribuan penonton pecah seperti koor yang dikomando oleh kegeraman Al dan Dul yang begitu dalam atas ketidakadilan yang diterima ayah mereka.

Video Tribute to Ahmad Dhani dalam Konser Reuni Dewa19 di Malaysia kemarin malam itu langsung viral. Jutaan netizen Indonesia ikut larut dalam keharuan momen tersebut. Tak sedikit yang menulis bahwa mereka ikut menangis.

Percaya atau tidak, menangis memang bisa menular. Tangisan orang lain merangsang munculnya emosi serta beban yang terpendam dalam diri kita. Apalagi jika beban yang dipendam tersebut bersifat kolektif, yaitu ketika masalah yang sama dirasakan oleh banyak orang, maka efek penularannya bisa lebih cepat. Dalam psikologi ini disebut emotional contagion.

Ketidakadilan hukum yang dirasakan rakyat di rezim ini adalah puncak dari pecahnya air mata kolektif itu. Mereka yang menangis bukanlah orang-orang cengeng, melainkan orang-orang yang sudah tidak mampu menahan emosi kemarahan yang meluap-luap. Kasus Ahmad Dhani telah menjebol benteng terakhir kendali emosi mereka.

Emosi kemarahan mereka jelas ditujukan kepada siapa, yaitu kepada rezim yang dianggap gagal menegakkan keadilan hukum. Bagi mereka Ahmad Dhani adalah simbol dari apa yang mereka rasakan sehari-hari. Ribuan orang masih terus merasakan ketidakadilan hukum di jalan raya, di kantor-kantor layanan publik, bahkan di ruang-ruang persidangan. Mereka kini melakukan gerakan pembangkangan lewat air mata, bersumpah di dalam hati untuk mengganti rezim agar penegakan hukum nantinya menjadi lebih baik.

Inilah yang kini harus dihadapi Joko Widodo: air mata jutaan rakyat yang sudah tidak mau lagi mentolerir ketidakadilan hukum. Mereka menangis bukan untuk Ahmad Dhani, tapi untuk mereka sendiri.

Air Mata Bisa Mengubah Masa Depan Demokrasi

Kasus Ahmad Dhani adalah missing link yang melengkapi gelora perlawanan terhadap rezim ini. Inilah keping terakhir yang dinanti-nantikan.

Sebelumnya, gelora perlawanan terhadap rezim memang sudah kuat dan militan. Namun belum ada momen yang berhasil menjebol kontrol emosi para penentang rezim. Belum ada air mata kolektif yang tumpah untuk Prabowo maupun Sandi. Meski keduanya adalah ujung tombak perlawanan ini.

Air mata kolektif itu baru tumpah setelah Ahmad Dhani dipenjara. Efeknya seperti bola salju yang terus menggulung dan membesar. Mereka yang ragu menjadi yakin, dan yang sudah yakin semakin mantab menentukan apa yang harus mereka perjuangkan. Tak sedikit pendukung rezim yang turut tersentuh hatinya, dan mulai sadar bahwa ketidakadilan tersebut memang nyata. Sebagian pendukung rezim memang bisa merasakan sekali apa yang dialami Dhani, karena diantara mereka pun ada yang terpaksa memberikan dukungan karena tersandera.

Keluarnya air mata membutuhkan dorongan emosi yang sangat kuat. Butuh juga rasa sakit di hati yang begitu dalam. Manusia dengan mood' seperti ini memiliki motivasi yang berlipat-lipat, siap melakukan apa saja untuk mengobati sakit hatinya. Termasuk dalam konteks ini, memperhebat perlawanan mereka terhadap rezim.

Situasi ini tentu tidak menguntungkan Jokowi. Sebab disaat yang sama, militansi pendukungnya justru makin mengendor. Ini karena Jokowi gagal menjaga aset terbesarnya, yaitu simpati rakyat. Rakyat tidak punya lagi alasan untuk menumpahkan air mata demi Jokowi. Ia telah menjelma sebagai sosok penguasa yang lebih dekat kepada elit, pemimpin yang tidak tersentuh dan berjarak dari rakyat. Ia membungkam kritik dari kawan dan lawan. Ia bukan lagi Jokowi yang dulu.

Simpati rakyat kini diberikan kepada mereka yang menjadi korban kekuasaan dan ketidakadilan. Rakyat menemukan kesamaan nasib mereka dengan nasib Ahmad Dhani. 'Dhani adalah Kita',mungkin itulah yang sekarang ada di hati mereka.

Ahmad Dhani sendiri pernah menulis lagu berjudul 'Air Mata'ada tahun 2002, yang kini mulai diputar kembali dimana-mana. Menarik untuk mengikuti bagaimana kekuatan air mata ini bisa menentukan arah perbaikan demokrasi Indonesia selanjutnya. (*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #ahmad-dhani  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Runtuhnya Mitos Kependekaran Politik Jokowi

Oleh Oleh: Saiful Huda Ems (Advokat, Jurnalis dan Aktivis 1998)
pada hari Jumat, 22 Nov 2024
Ternyata lebih cepat dari yang banyak orang perkirakan, bahwa kependekaran semu politik Jokowi akan tamat  riwayatnya di akhir Tahun 2024 ini. Jokowi yang sebelumnya seperti Pendekar Politik ...
Opini

Selamat Datang di Negeri Para Bandit

Banyak kebijakan ekonomi dan sosial Jokowi selama menjabat Presiden sangat lalim, sangat jahat, sangat kejam, khususnya terhadap kelompok masyarakat berpendapat menengah bawah.  Kejahatan ...