Opini
Oleh M Rizal Fadillah (Mantan Aktivis IMM) pada hari Selasa, 07 Mei 2019 - 04:22:22 WIB
Bagikan Berita ini :

Bom Waktu

tscom_news_photo_1557177742.jpg
Ilustrasi (Sumber foto : Ist)

Sejak agenda Pemilihan Presiden dicanangkan, Jokowi sudah mencoba untuk memperpanjang kekuasaannya dengan memainkan waktu. Waktu dijadikan alat atau senjata untuk mengalahkan siapapun kompetitornya. Sebenarnya tidak disadari yang sedang dilakukan adalah memasang bom waktu yang justru akan meledakkan diri sendiri. Ada pepatah "siapa menanam dia akan menuai". Makna negatifnya adalahsiapa berniat jelek ia akan mendapatkan hasil berupa kejelekan itu sendiri.

Ada lima bom waktu yang dipasang, yaitu :

Pertama, waktu mundur untuk menentukan Presidential Treshold. Angka 20 persen yang ditentukan dari hasil Pemilu "terdahulu" dirasakan aneh dan licik. Meski diatur UU tapi aturan demikian mengganggu rasa keadilan. Semestinya waktu ke depan yang menentukan. Karena hal ini sama saja dengan melawan asas "hukum tidak berlaku surut". Dengan modal "lama" 20 persen dukungan partai sudah dikantongi.

Kedua, waktu lebih setengah tahun sisa masa jabatan Presiden dimanfaatkan. Dengan tetap berstatus Presiden Jokowi melawan Prabowo yang "warga negara biasa". Fasilitas kepresidenan dioptimalkan untuk menggalang kekuatan apapun dalam upaya "menghancurkan" lawan. Membangun kompetisi yang tak berimbang dan fair.

Ketiga, waktu atau masa kampanye yang lama. Permainan waktu mulai September 2018 hingga April 2019 adalah momen keuntungan petahana. Pada iklim politik yang kapitalistik, masa kampanye delapan bulanan kekuatan kapital sekitar Jokowi dapat dihimpun sementara lawan "ngos-ngosan" menghadapinya. Hal ini terbukti di lapangan.

Keempat, memainkan waktu cepat penghitungan. "Quick count" sebagat alat penyesatan opini. Pencitraan kemenangan palsu. Lembaga survey bayaran menjadi alat perjuangan pemenangan Jokowi. Akibat efek perlawanan publik, maka pasukan tipu-tipu angka ini tidak sukses mengemban misi.

Kelima, mainan waktu lambat KPU. Hitungan lambat dengan input pilihan diupayakan bersesuaian angka persentase quick count. Angka konstan KPU sangat aneh dan janggal. Desakan untuk menghentikan penghitungan sangat kuat melihat indikasi rekayasa ini. KPU kehilangan kepercayaan rakyat. Tuntutan sudah pada audit forensik bahkan proses hukum. KPU dinilai menjadi bagian dari kejahatan politik.

Kubu Capres Jokowi dengan cara memainkan waktu hakekatnya adalah memasang "bom waktu". Target mengecoh atau memengaruhi rakyat mengalami kegagalan. Perang total yang dicanangkan orang di sekitar Presiden berhadapan dengan perlawanan total rakyat atas kecurangan Pemilu. Waktu yang awal dihitung panjang untuk melanggengkan kekuasaan, nyatanya bisa menjadi makin pendek. Sumbu ledakan semakin dekat. Di medsos ada isu Presiden dan keluarga sudah siap "mudik" ke Singapura. Wallahu "alam.

Everybody"s lying
When we say
We are not
Afraid

Everybody is trying
So hard
To be
So brave
Time is the killer, time is the killer

(Rain Phoenix "Time is the Killer")

Bandung, 7 Mei 2019 (*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #jokowi  #pilpres-2019  #kpu  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Populisme Jokowi dan Runtuhnya Demokrasi

Oleh Lukas Luwarso (Antusiasawan Sains)
pada hari Senin, 25 Nov 2024
Demokrasi runtuh bukan karena munculnya orang kuat dan kharismatik, melainkan karena keroposnya struktur etika-masyarakat, spesifik aparat pemerintahan, yang menopangnya.  Miskonsepsi ...
Opini

Alasan Anies

Siapa yang menyangka, panggung politik Indonesia kembali menyuguhkan lakon komedi penuh intrik di Pilkada Jakarta 2024? Dari Megawati yang dulu melontarkan ucapan pedas ke Anies Baswedan, ...