JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Kelangkaan Elpiji 3 kg di pasaran masih sering terjadi. Kelangkaan tersebut bukanlah akibat dari kurangnya pasokan, melainkan lebih dikarenakan tidak tepatnya sasaran penyaluran.
Elpiji bersubsidi yang seharusnya ditujukan bagimasyarakat kurang mampu, namun pada realitanya justru banyak dipakai oleh restoran mewah, hotel besar, serta orang yang mapan ekonominya.
"Kita menerima penjelasan dari instansi terkait penjualan elpiji 3 kg non subsidi di wilayah Yogyakarta hanya sekitar 20 persen," kata AnggotaKomisi VII DPR RI Kurtubi di Jakarta, Rabu (31/7/2019).
Dikatakannya, elpiji bersubsidi tetap harus ada dan ditujukan untuk masyarakat yang kurang mampu.
"Tetapi menjadi kurang tepat apabila elpiji bersubsidi ini yang menggunakan adalah restoran dan hotel besar, maupun keluarga kaya," ujarnya.
Selain itu, lanjut Kurtubi, Komisi VII juga ingin mengetahui mekanismenya andaikan suatu saat subsidi elpiji itu dikurangi.
"Masyarakat yang tidak mampu harus disubsidi, dan subsidi tersebut sejauh mungkin harus tepat sasaran. Kalau ada yang kurang tepat sasaran maka harus dicarikan cara yang sebaik-baiknya sehingga subsidi elpiji lambat laun bisa dikurangi," tegas dia.
Kurtubi menyampaikan, kurang lebih sebesar 70 persen elpiji yang dikonsumsi di tanah air berasal dari impor.
"Dengan konsumsinya yang sudah masif di dalam negeri, akhirnya pemerintah harus mengimpor dalam jumlah yang sangat besar," tandasnya. (ahm)