Opini
Oleh Salamuddin Daeng pada hari Senin, 23 Mar 2020 - 13:20:46 WIB
Bagikan Berita ini :

Kemerosotan Harga Minyak dan Batubara, Meruntuhkan Buffer Politik Jokowi

tscom_news_photo_1584944446.jpg
Salamuddin Daeng (Sumber foto : Ist)

Harga minyak ambruk bersamaan dengan harga batubara yang juga merosot. Harga minyak mendekati 20 dolar per barel, harga batubara mendekati 30 dolar per ton, tidak satupun perusahaan migas dan batubara yang tidak sekarat. Ini adalah kondisi harga dua energi fosil paling buruk yang pernah terjadi.

Kondisi harga minyak dan batubara ini tidak hanya mengancam perusahaan perusahaan migas dan batubara raksasa, namun semua lembaga pembiayaan dan perbankkan yang menopang mereka. Ini adalah bagian yang paling serius dari wabah global yang sedang berlangsung dalam sektor migas dan keuangan.

Di Indonesia menjadi lebih berantakan karena bank-bank nasional telah memompa uang terlalu banyak dalam sektor migas dan batubara dan tambang pada saat bersamaan. Sementara uang bank-bank nasional ini diperoleh dari pinjaman asing. Ini persoalan bank nasional baik swasta maupun BUMN akan mengalami pukulan keras dari kredit macet sektor pertambangan dan dampak buruk pada bank yang membiayainya yakni kehilangan kemampuan untuk membayar utang pada bank global.

Mengapa pukulan pada migas dan batubara bisa menghantam bank bank global? Ini semua karena kredit yang dipompa ke dalam sektor tambang tersebut.

Bayangkan sejak kesepakatan Paris diadopsi 2015, selanjutnya antara tahun 2016-2019, bank swasta global sebaliknya telah memompa uang ke dalam sektor minyak dan batubara lebih dari 2,7 triliun dolar. Melibatkan 35 bank global dan disalurkan ke dalam proyek proyek migas dan batubara di seluruh dunia. Mereka melawan secara terbuka kesepakatan perubahan iklim. Bank dari negara-negara ekonomi besar yakni termasuk USA, Jepang dan China terlibat dalam skandal iklim ini.

Di Indonesia perusahaan minyak dan batubara melihat ini sebagai peluang. Mencari uang dengan menciptakan landing proyek atas dana utang dengan rekayasa proyek fiktif di bidang tambang, emas, logam, minyak batubara, pembangkit, semua dijadikan talangan bagi uang derivatif.

Demikian kredit perbankkan secara besar-besaran menyalurkan uang ke sektor pertambangan migas dan batubara serta pembangkit listrik. Itulah mengapa sektor ini sanggup menjadi bandar dalam pemilu 2019 lalu, bandar bagi pemilu legislatif dan pilpres. Keadaan ini makin melipatgandakan rasio kredit bermasalah sektor pertambangan (non-performing loan/NPL) mencapai 7,8 % pada akhir tahun 2019 lalu.

Bagaimana sekarang di tengah situasi harga minyak dan batubara ambruk, sudah pasti makin menderita. Kesimpulan KPK mensinyalir pertambangan menjadi modus utama pencairan kredit bank di wilayah tambang yang masif, bisa jadi modus korupsi sektor keuangan bank, sekarang bisa diusut.

Di internasional, bank-bank besar AS: JPMorgan Chase, Wells Fargo, Citi, dan Bank of America, Bank of Japan MUFG dan Bank of China adalah yang paling agresif dalam membiayai energi fosil. Sementara di Indonesia yang paling agresif dalam menyalurkan kredit ke sektor migas dan batubara adalah bank-bank BUMN, termasuk menyalurkan pinjaman yang diperoleh Bank BUMN dari luar negeri untuk disalurkan pada taipan batubara, minyak. Belum lagi kredit yang disalurkan kepada taipan dan BUMN lain dalam rangka mengambil alih perusahaan tambang asing di Indonesia yang berakhir masa kontraknya. Beli lunas!

Sekarang, ambruknya harga migas dan batubara akan berdampak memburuknya keuangan perusahaan migas dan batubara. Akibatnya adalah bank bank yang menyalurkan kredit ke sektor ini akan rubuh. Dua duanya yakni perusahaan migas dan batubara akan disita oleh perusahaan keuangan global.

Masalah bagi presiden Jokowi adalah keuangan resmi pemerintah yakni APBN yang selama ini bersandar dari migas dan batubara akan sekarat. Demikian uang yang tidak resmi yang selama ini menjadi buffer politik kekuasaan berasal dari batubara, minyak dan pembangkit listrik. Keuangan perusahaan, bank-bank dan APBN tiga tiganya bisa amblas. Mudah mudahan masih ada jalan keluarnya.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #kinerja-jokowi  #minyak  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Bina(sakan) Judi

Oleh Ahmadie Thaha (Pengaruh Pesantren Tadabbur al-Qur'an)
pada hari Sabtu, 02 Nov 2024
Bayangkan kita hidup di sebuah negeri di mana kementerian yang seharusnya menjaga moral digital justru terlihat asyik bersenda gurau dengan para pelaku judi online (yang disingkat “judol” ...
Opini

Kerja Besar Bung Pigai : Menjadikan HAM Sebagai Panglima

Lugas dan tegas. Kadang cenderung over confidence. Namun mampu membangun simpati. Itulah kesan mengikuti Menteri Pembangunan HAM Natalius Pigai dalam rapat pertama dengan Komisi XIII DPR RI hari ...