JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Penolakan pemakaman jenazah perawat di Ungaran, Jawa Tengah menimbulkan keprihatinan mendalam. Selain itu juga menggugah kepedulian dari
Rektor Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus), Prof. Masrukhi. Menyikapi kejadian tersebut, Unimus mengirim utusan untuk menyambung tali asih dengan keluarga almarhum, Unimus kemudian memberikan beasiswa kepada anak pertama almarhum Nuriah yang bernama Diandra Kariena Wibowo.
Teropong Juga:
>Dalang Penolakan Pemakaman Jenazah Perawat Ternyata Tokoh Setempat
Diandra, anak pertama pasangan alm Nuriah dengan Joko Wibowo yang saat ini masih duduk di bangku kelas 1 Sekolah Menengah Atas (SMA) ini, mendapat tawaran beasiswa penuh dari Unimus jika melanjutkan kuliah di Unimus.
“Beasiswa ini sebagai salah satu bentuk advokasi kemanusiaan yang bisa kami lakukan,” katanya dikutip dari situs muhammadiyah.or.id.
Masrukhi mengimbau kepada masyarakat untuk mentaati protokol yang telah dibuat oleh pemerintah. Serta tidak perlu merasa takut berlebihan atas jenazah maupun pasien covid-19. Menurutnya, jangan sampai rasa kemanusiaan dan empati sesama hilang atau tergerus dikarenakan wabah penyakit.
Phobia berlebihan yang dialami oleh masyarakat juga harus dihilangkan. Terkait banyaknya penolakan terhadap jenazah dengan riwayat covid-19, masyarakat harus berlega hati, dan menerima saudara mereka itu untuk dimakamkan di daerahnya, karena sudah melalui standar protokol medis yang tepat.
Ia juga mengajak masyarakat untuk menghormati, memuliakan jenazah tenaga medis yang gugur dalam melaksanakan tugas. Termasuk tenaga medis lain yang masih teguh melaksanakan tugasnya untuk merawat pasien covid-19 supaya tidak dikucilkan dan didiskriminasi.
Secara khusus Prof. Masrukhi berpesan kepada keluarga almarhum supaya tidak merasa terpukul karena ulah oknum yang tidak bertanggung jawab, yang menolak pemakaman almarhum. “Mereka harus bangkit lagi dan semangat dalam menyongsong kehidupan yang masih panjang,” tegasnya
Menurutnya, tenaga medis yang gugur akibat merawat pasien covid-19 merupakan meninggal dalam keadaan syahid. Pasalnya mereka mengorbankan nyawa untuk membantu merawat pasien. Ini sebagai bentuk rasa kemanusiaan tertinggi yang dilakukan oleh tenaga medis.
“Kita sangat prihatin terhadap Bu Nuriah. Perawat yang berada di garda terdepan dalam penanganan covid-19 yang kemudian meninggal. Dia saya anggap sebagai pahlawan kemanusiaan,” ucap Prof. Masrukhi.
Dr Edy Wuryanto, Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Jateng turut bersyukur menulis dalam akun instagramnya; "saya bersyukur hari ini mendapat kabar bahwa anak dari almarhum Nuria Kurniasih, setelah lulus dari SMA mendapat beasiswa dari Universitas Muhammadiyah Semarang, sebagai bentuk penghormatan atas jasa dan pengabdiannya selama memberikan pelayanan pada pasien Covid 19."