Berita
Oleh Alfin Pulungan pada hari Kamis, 30 Apr 2020 - 18:02:41 WIB
Bagikan Berita ini :

Pidana Mati Bagi Koruptor Dana Covid-19, Legislator Gerindra: Saya Kok Tidak Yakin?

tscom_news_photo_1588243272.jpg
Rahmat Muhajirin (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan niatnya untuk menghukum para "perampok" anggaran Covid-19 dengan pidana mati. Hukuman yang sepintas membuat badan gemetar itu memang didukung oleh Komisi III DPR RI saat menggelar rapat dengar pendapat kemarin.

Akan tetapi, kredibilitas dan integritas pihak berwenang dalam menghukum mati koruptor masih dipertanyakan. Hal itu yang disampaikan anggota Komisi III DPR Rahmat Muhajirin saat dikonfirmasi, Kamis (30/4/2020).

Politikus Gerindra ini memahami keinginan KPK dan para anggota komisinya yang hendak menghukum para "perampok" negara dengan pidana mati. Namun ia memandang kebelakang, selama ini peraturan yang menuntut hukuman tegas kepada para koruptor rupanya tak setegas seperti saat mengancamnya dengan kata-kata.

Bukti itu bisa dilihat manakala masih banyak pejabat publik yang tersandung korupsi. Seakan sudah menjadi tabiat bagi pejabat negara, korupsi menurut Rahmat juga diancam dengan hukuman yang mudah ditawar. Bahkan dalam beberapa kasus para koruptor mendapatkan tawaran remisi dari pemerintah.

"Korupsi sudah biasa, sudah terjadi di semua lapisan dan semua lini. Penerapan hukuman mati? Saya kok tidak yakin. Di samping masih ada perdebatan soal HAM, di Indonesia ini juga masih ada masalah hal pelaksanaan hukuman mati," ujar Rahmat.


TEROPONG JUGA:

>Ngeri! KPK Akan Hukum Mati Pejabat yang Korupsi Dana Bencana Covid-19

>Komisi III DPR Setuju Pidana Mati Bagi Pelaku Korupsi Anggaran Covid-19


"Ada berapa sekarang di Indonesia narapidana mati yang belum juga dilaksanakan eksekusinya?" tanyanya kembali.

Selain itu Rahmat juga ragu bahwa hukuman mati dapat memberi efek jera kepada para pelaku maupun calon pelaku karena melihat realitanya masih ada "tikus-tikus berdasi" yang nekat menilap uang negara, bahkan yang bersarang di Kementerian Agama sekalipun.

Lebih jauh legislator dari dapil Jawa Timur 1 ini mengungkapkan, institusi negara yang bergerak di bidang hukum masih mempunyai sejumlah persoalan yang jarang dievaluasi. Dia mencontohkan di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Institusi yang dipimpin oleh Yasonna Hamonangan Laoly itu memiliki badan yang bertugas di bagian penelitian dan pengembangan hukum. Namun, faktanya unsur tersebut tidak berjalan dengan produktif.

"Buktinya, masih banyak peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih, masih banyak peraturan perundang-undangan yang tidak di laksanakan," ungkapnya.


Baca Juga: Bamsoet Dukung KPK Awasi Ketat Dana Bantuan Bencana Virus Corona


Rahmat memberi contoh beberapa peraturan yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo yang mengatur tentang penanganan wabah korona atau Covid-19. Semestinya, kata dia, Kemenkumham harus jeli melihat regulasi itu masih berkaitan dengan beberapa UU yang lebih dulu mengatur soal wabah penyakit.

Dengan begitu, Presiden tak perlu menerbitkan peraturan lain sehingga terlalu banyak muncul materi peraturan yang berpotensi tumpang tindih. UU tentang Kekarantinaan Kesehatan, Penanggulangan Bencana, dan Wabah Penyakit menurutnya sudah cukup dijadikan acuan untuk menangani pandemi korona. "Cukup gunakan UU yang ada, tidak ada kekosongan Hukum," kata dia.

tag: #hukuman-mati  #korupsi  #covid-19  #partai-gerindra  #kpk  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement