JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Badan Anggaran DPR RI akan mengelar Rapat Kerja untuk pembahasan RUU tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan pada hari Senin, 4 Mei 2020.
Dalam Rapat Kerja akan dihadiri oleh Menteri Keuangan, Menteri Hukum dan HAM, Gubernur BI, Ketua OJK, dan Ketua LPS termasuk dengan rencana agenda pengambilan keputusan atas RUU tentang Penetapan Perppu No.1 Tahun 2020.
Anggota Komisi XI DPR RI Ecky Awal Mucharam menilai Perpu No. 1 tahun 2020 berpotensi melanggar konstitusi.
“Perppu ini berpotensi melanggar konstitusi. Terdapat sejumlah pasal yang cenderung bertentangan dengan UUD NRI 1945. Terutama terkait dengan kekuasaan Pemerintah dalam penetapan APBN yang mereduksi kewenangan DPR, kekebalan hukum, dan terkait kerugian keuangan Negara”, tandas Politikus PKS itu dalam keterangan tertulis, Minggu (03/05/2020).
Ecky menilai, sejumlah pasal Perppu terkait dengan APBN terutama Pasal 12 ayat 2 dimana Perubahan postur dan/atau rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam rangka pelaksanaan kebijakan keuangan negara hanya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Presiden.
“Pasal ini jelas mengamputasi kewenangan peran DPR dan membuat APBN tidak diatur dalam Undang-Undang atau yang setara,” tegasnya.
Ecky menjelaskan UUD NRI Tahun 1945 Pasal 23 ayat 1 telah menyatakan bahwa kedudukan dan status APBN adalah UU yang ditetapkan setiap tahun. Dan RAPBN harus diajukan oleh Presiden untuk dibahas dan disetujui oleh DPR sebagaimana ditegaskan Pasal 23 ayat 2 dan ayat 3.
“Konstitusinya sudah jelas. Jadi yang sudah berjalan ini cenderung bertentangan dengan konstitusi,” ujarnya.
Hal kedua yang menurutnya berpotensi melanggar konstitusi adalah terkait imunitas pengambil kebijakan.
Perppu Pasal 27 ayat 2 menyatakan bahwa Anggota KSSK, Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Juga Pasal 27 ayat 3 yang menyatakan segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Perppu ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara.
“Ini jelas bertentangan dengan prinsip supermasi hukum dan prinsip negara hukum. Padahal UUD NRI Tahun 1945 melalui perubahan pertama tahun 1999 sampai perubahan keempat tahun 2002, telah menjamin tegaknya prinsip-prinsip supremasi hukum. Pasal 1 ayat 3 UUD bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum, dan adanya pengakuan yang sama di hadapan hukum Pasal 28D. Ini sudah jelas,” tegasnya.
Aspek ketiga menurut Ecky terkait kerugian negara. Perppu Pasal 27 ayat 1 menyatakan bahwa biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara.
“Ini juga tidak sesuai dengan prinsip dasar keuangan negara dan meniadakan adanya peran BPK untuk menilai dan mengawasi,” tambahnya.
Ecky menekankan bahwa UUD NRI Tahun 1945 juga telah menjamin adanya distribution of power sehingga mekanisme check and balances dapat bekerja dengan baik.
Bahwa DPR memegang kekuasaan membentuk UU (Pasal 20 ayat 1) dan memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan (Pasal 20A ayat1).
Sedangkan Presiden memegang kekuasaan pemerintahan (Pasal 4 ayat 1) dan bahwa MK dan MA memiliki Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan (Pasal 24 ayat 1).
Serta bahwa ada 10 lembaga dalam sistem ketatanegaraan Indonesia (Presiden, DPR, DPD, MPR, MK, MA, KY, BPK, Bank Sentral, dan KPU).
“Dengan memperhatikan jaminan yang dikokohkan dalam UUD NRI Tahun 1945 terkait tentang supremasi Hukum, Pembentukan Undang-Undang, Pembentukan APBN, juga hak dan kewajiban Lembaga-lembaga negara, maka beberapa Pasal krusial dalam Perpu No. 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan diatas berpotensi melanggar UUD NRI Tahun 1945. Ini harus menjadi perhatian bersama untuk menjaga sistem bernegara yang baik," pungkasnya.