JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Eucalyptus atau dikenal dengan minyak atsiri dari pohon kayu putih disebut-sebut mampu menangkal virus COVID 19. Hasil pengujian eucalyptus terhadap virus influenza, virus Beta, dan gamma corona yang menunjukkan kemampuan membunuh virus sebesar 80-100 persen. "Bahkan Balitbangtan membuat beberapa prototipe eucalyptus dengan nano teknologi dalam bentuk inhaler, roll on, salep, balsem, dan diffuser. Inovasi antivirus berbasis eucalyptus ini pernah diluncurkan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo di ruang utama Agriculture War Room (AWR), Jakarta, Jumat 8 Mei 2020.
Produk antivirus dari tanaman atsiri (eucalyptus) yang dikemas dalam bentuk kalung akan diproduksi massal pada Agustus tahun ini. Syahrul mengatakan, jika kalung "antivirus" ini dipakai selama 15 menit maka bisa membunuh 42% virus Corona.
Produk lain dari minyak atsiri yang dikembangkan Balitbangtan dikemas dalam bentuk roll on. "Ini sudah dicoba. Jadi ini bisa membunuh, kalau kontak 15 menit dia bisa membunuh 42% dari Corona. Kalau dia 30 menit maka dia bisa 80%. Ini ada roll-nya. Kalau kita kena iris pisau, berdarah, kasih ini bisa tertutup lukanya," kata Syahrul.
Ketika mengunjungi kantor Kementerian PUPR 3 Juli lalu, Syahrul terlihat mengenakan kalung "antivirus" tersebut.Kementan juga membagikan kalung itu pada Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dan jajaran eselon I Kementerian PUPR.
Di kemasan luar kalung antivirus terdapat lubang sehingga ketika dipakai langsung mengeluarkan aroma eucalyptus yang kuat. Minyak roll-nya yang dioleskan pada masker juga mengeluarkan aroma yang kuat.
Saat ini ada sekitar 700 jenis eucalyptus di dunia dengan kandungan bahan aktif yang beragam. Namun, bahan aktif utamanya terdapat pada cineol-1,8 yang memiliki manfaat sebagai antimikroba dan antivirus.Di samping itu manfaat dari eucalyptus ini adalah melegakan saluran pernapasan, kemudian menghilangkan lendir, pengusir serangga, disinfektan luka, penghilang nyeri, mengurangi mual dan mencegah penyakit mulu
Manfaat Minyak Atsiri
Studi yang dipublikasi di jurnal Clinical Microbiology & Infection menunjukkan minyak eucalyptus kemungkinan memiliki efek antibakteri pada patogen penyebab infeksi saluran napas atas. Sementara itu University of Maryland Medical (UMM) Center mendeskripsikan bagaimana minyak eucalyptus digunakan untuk mencegah infeksi pada luka di kulit.
"Secara umum produk dari eucalyptus dapat digunakan di kulit, selama minyaknya sudah lebih dulu diencerkan. Jangan gunakan langsung pada kulit selama belum diencerkan dengan pengencer seperti minyak zaitun," tulis Medical News Today yang dianalisa oleh ahli herba Debra Rose Wilson.
Dikutip dari Medical News Today, eucalyptus adalah tumbuhan dari Australia yang banyak dicari untuk minyaknya. Minyak eucalyptus didapatkan lewat proses distilasi daunnya yang disebut-sebut kaya kandungan antioksidan dan senyawa 1,8-cineole (eucalyptol).
Dosen IPB dari Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Prof Dr Hanny Wijaya, mengatakan kalau minyak kayu putih berpotensi mencegah virus corona.
Hal ini disampaikannya berdasarkan data kesehatan berjudul Eucalyptol (1,8-cineole) from Eucalyptus Essential Oil a Potential Inhibitor of COVID-19 Corona Virus Infection by Molecular Docking Studies yang menunjukkan senyawa 1,8 sineol berpotensi menjadi senyawa yang dapat menghambat infeksi COVID-19.
Hasil penelitian dalam jurnal tersebut menunjukkan kalau minyak atsiri pada kayu putih dapat mencegah virus corona. Walaupun penelitian tersebut masih membutuhkan pembuktian empiris, tetapi senyawa 1,8 sineol disinyalir memiliki kandungan antioksidan yang dapat berperan dalam proses penyembuhan pada penyakit saluran pernapasan seperti asma.
Senyawa yang sama juga dilaporkan dapat mencegah virus influenza serta memberikan proteksi pada paru-paru. Menurut jurnal kesehatan yang dipublikasikan oleh BMC Immunology, ternyata juga disebutkan kalau minyak esensial memiliki peranan dalam mendukung sistem kekebalan tubuh.
Salah satu minyak yang menjanjikan adalah minyak kayu putih. Minyak esensial yang diekstrak dari daun kayu putih dapat merangsang respon sistem kekebalan tubuh. Secara khusus, para peneliti menemukan bahwa minyak kayu putih dapat meningkatkan respon fagositik sistem kekebalan terhadap patogen dalam percobaan hewan tikus.
Fagositosis adalah proses di mana sistem kekebalan tubuh mengkonsumsi dan menghancurkan partikel asing. Pun, minyak kayu putih memiliki sifat antivirus dan antimikroba. Sebenarnya minyak kayu putih sudah sejak lama digunakan untuk mengobati flu biasa.
Namun, penelitian lebih kompleks menyarankan bahwa minyak kayu putih yang dihirup dan yang komponen utamanya adalah 1,8-cineole, dapat dengan signifikan melawan virus dan masalah pernapasan, seperti bronkitis.
Bronkitis adalah infeksi saluran udara utama paru-paru (bronkus) yang menyebabkan pengidapnya mengalami iritasi dan peradangan. Perlu dicatat juga kalau kayu putih juga digunakan untuk mengurangi demam.
Butuh Penelitian Lebih Lanjut
Menanggapi soal kayu putih ini, Yohanes Cakrapradipta Wibowo PhD, Research Fellow di Experimental Pharmacology, University of Heidelberg. Ia menyatakan klaim-klaim itu membahayakan kesehatan masyarakat karena akan mendorong pandangan di masyarakat bahwa tanaman herbal itu benar-benar ampuh.Masyarakat, pemerintah, dan pemimpin masyarakat harus berhati-hati menyikapi klaim-klaim herbal yang mengaku-ngaku sebagai antivirus”,” katanya dikutip dari theconversation.
Penelitian untuk membuktikan keampuhan tanaman herbal melawan penyakit membutuhkan riset puluhan tahun. Kita bisa belajar dari sejarah senyawa artemisinin dari Artemisia annua (anuma) baru mendapat status sebagai obat terapi malaria setelah hampir 30 tahun sejak riset pertama dipublikasikan.
Ia menyatakan belum tersedianya obat spesifik dan vaksin, menjadikan COVID-19 sulit dikendalikan dan momok menakutkan. Banyak negara yang berinvestasi besar-besaran pada riset COVID-19 termasuk riset obat dan vaksin. Meski riset besar sedang dilakukan, kesimpulan vaksin dan obat spesifik yang dapat digunakan untuk melawan virus corona masih sangat minim.
Terakhir, remdesivir yang sebelumnya sempat dipakai untuk penanganan Ebola kemungkinan menunjukkan hasil baik. Kita perlu menunggu rilis laporan hasil risetnya secara utuh”,”katanya.
Beberapa uji klinis obat seperti Hydroxychloroquine (obat antimalaria) tidak menunjukkan hasil yang bisa dipercaya seperti yang didengungkan politikus sebelumnya.
Indonesia melalui Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional dan Dana Abadi Pendidikan melalui Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), juga ikut mendukung riset yang berkaitan dengan penanganan COVID-19. Penelitian untuk calon vaksin serta uji klinis untuk plasma konvalesen sudah dilakukan oleh Eijkman Institute yang bekerja sama dengan Palang Merah Indonesia (PMI).