JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) belakangan gempar mendapat kritikan keras dari publik karena Wakil Ketua Komisi Sosial (Komisi VIII) DPR Marwan Dasopang menyatakan menunda RUU tersebut lantaran diklaim sulit dibahas. Marwan bahkan meminta RUU itu dikeluarkan dari program legislasi (Prolegnas) tahun 2020.
Kendati pimpinan Komisi VIII menolak melanjutkan pembahasan, suara berbeda justru datang dari anggotanya Hasani bin Zuber. Politikus Partai Demokrat ini menegaskan dirinya tak akan tinggal diam memperjuangkan RUU pelindung jutaan kaum hawa itu agar tetap masuk ke dalam Prolegnas. Lebih dari itu ia akan mengupayakan pembahasan RUU PKS dilanjutkan di DPR.
Hasani tak menginginkan RUU PKS yang sudah bertahun-tahun mangkrak dibahas harus kembali ditunda tahun ini. Menurutnya, jika DPR menundanya, hal itu menunjukkan negara tidak serius melindungi hak warga negaranya dari tindakan kekerasan.
"Dengan wacana dikeluarkannya RUU PKS dari Prolegnas Prioritas 2020, negara belum sanggup menuntaskan kewajiban melindungi para perempuan yang rentan jadi korban kekerasan seksual di dalam rumah ataupun di luar," katanya melalui keterangan tertulis, Rabu, 8 Juli 2020.
Teropong Juga:
> DPR Tarik RUU PKS dari Prolegnas 2020, Kenapa?
Legislator dari Madura ini menjelaskan, RUU PKS sangat urgen dibahas mengingat angka kekerasan seksual kian tinggi di Indonesia. Ia mengungkapkan angka kekerasan seksual di tahun 2019 sebanyak 431.471 kasus atau meningkat 8% dari tahun 2018, yakni 406.178 kasus.
RUU PKS sendiri sudah mulai diajukan sejak awal tahun 2017 dan menjadi Prolegnas Prioritas 2018. Namun, hingga masuk Prolegnas Prioritas 2020, RUU itu kembali harus diurungkan setelah diwacanakan bakal diganti Rancangan Perubahan RUU Kesejahteraan Lansia.
Meski begitu, Hasani bertutur dirinya akan meminta sekaligus mendiskusikan di Komisi VIII yang membidangi, perempuan, agama, sosial, dan bencana agar RUU PKS tetap berada di Prolegnas Prioritas 2020.
Pasalnya, Hasani mengaku menerima aduan saat kunjungan di dapil. Masyarakat mendesak agar RUU PKS diberikan payung hukum guna melindungi kaum perempuan dari kekerasan seksual. Sejumlah kasus kekerasan seksual sulit dituntaskan tersebab payung hukum yang ada selama ini belum terlalu kuat menjamin hak-hak perempuan.
Hasani mengatakan sejumlah aktivis perempuan sudah sering berteriak soal penuntasan RUU PKS. Apalagi, sejak wacana dicabutnya RUU tersebut dari Prolegnas Prioritas 2020 semakin deras mengundang kritik publik.
"Saya akan mencoba untuk meminta dan mendiskusikan kembali, agar ini tetap dibahas. Soalnya, RUU PKS itu sangat urgen. Saya juga mendapat aduan saat kunjungan dapil. Itu menjadi harapan besar agar segera dituntaskan. Tujuannya, untuk memperkuat hukum dalam kasus kekerasan seksual," pungkasnya.