JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Anggota Komisi Pertahanan (Komisi I) DPR Syaiful Bahri Anshori menyatakan pelibatan TNI dalam menangani terorisme seperti yang diatur dalam Rancangan Peraturan Presiden tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Terlebih TNI sendiri merupakan alat negara yang berfungsi menjaga kedaulatan, sangat relevan bila diperbantukan dalam mengatasi terorisme yang umumnya mengancam ideologi dan ketahanan negara.
"Berilah kesempatan kepada TNI untuk terlibat dalam pemberantasan teroris. Toh itu juga tidak melanggar UU," kata Syaiful Bahri Anshori saat dihubungi, Selasa, 4 Agustus 2020.
Mantan Wakil Ketua Pansus RUU Terorisme ini menjelaskan di dalam UU TNI disebutkan bahwa TNI diberi kewenangan untuk terlibat dalam operasi militer selain perang yang didalamnya termasuk pemberantasan teroris, penanggulangan bencana, dan lainnya. Untuk itu, Syaiful meminta jangan terlalu miring melihat masa lalu yang memang TNI pernah di salahgunakan oleh oknum lembaganya sendiri.
"Toh kita sepakat teroris itu bukan kejahatan biasa, tapi kejahatan yang luar biasa bahkan kejahatan yang luar biasa dan lintas negara," katanya.
Syaiful Bahri Anshori
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa ini menuturkan, salah satu pasal dalam UU Terorisme adalah mengenai deradikalisasi. "Di dalam deradikalisasi ini melibatkan banyak komponen masyarakat termasuk TNI," ungkapnya.
Legislator asal Jawa Timur ini juga berpandangan sangat wajar kalau melibatkan TNI dalam pemberantasan teroris. Bukan hanya TNI, kata Syaiful, bahkan semua komponen masyarakat mulai dari tokoh masyarakat, agama, pemuda, buruh dan lainnya bisa aktif memberantas musuh negara ini.
"Karena yang namanya teroris sudah masuk di dalam semua lapisan masyarakat," ujarnya.
Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mendesak pemerintah dan DPR terbuka kepada publik terkait pembahasan Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Tugas Tentara Nasional Indonesia dalam Mengatasi aksi terorisme.
Penolakan muncul karena rancangan aturan tersebut diyakini dapat mengancam kehidupan demokrasi dan HAM di Indonesia. Alasannya, karena rancangan tersebut memberikan kewenangan yang luas dan berlebih kepada TNI dalam mengatasi aksi terorisme.
Selain itu, rancangan Perpres tersebut akan merusak desain reformasi sektor keamanan. Sementara amanat reformasi telah meletakkan TNI sebagai alat pertahanan. Sedangkan, Polri sebagai instrumen menjaga keamanan, menciptakan ketertiban, dan penegakan hukum.