JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Anggota Komisi Kepemiluan (Komisi II) DPR Hanan A Rozak menyebut munculnya calon tunggal dalam kontestasi Pilkada tak berangkat dari ruang hampa, tapi itu terjadi atas kehendak partai politik (parpol).
Pasalnya, ia menjelaskan, parpol dalah representasi masyarakat yang memiliki hak mencalon paslon kepala daerah.
Meski begitu, Hanan mengakui bahwa calon tunggal melawan kotak kosong diperbolehkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku serta diperkuat dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 100/PUU-XIII/2015.
"Partai-partai disana representasi masyarakat memilih diwakili partai, tahap awal yang menentukan itu kan partai, itu representasinya di partai. Partai menghendaki seperti itu, sudah gambaran masyarakat di wilayah itu dan aturannya memungkinkan tidak masalah," kata Hanan saat dihubungi, Kamis, 13 Agustus 2020.
Untuk memperkuat maupun membenahi adanya paslon tunggal di Pilkada, kata Hanan, Komisi II saat ini sedang mempersiapkan Rancangan Undang-Undang Nomor tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Pemilihan Umum (RUU Pemilu). RUU inisiatif DPR ini sudah masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2020.
"Mungkin dalam waktu dekat draft RUU Pemilu sudah selesai dan segera diserahkan," kata dia.
Hanan A. Rozak
Politikus Golkar ini menegaskan paslon tunggal bisa saja kalah melawan kotak kosong. Selanjutnya pemerintah menunjuk pejabat (pj) kepala daerah untuk mengisi kekosongan pemerintahan sampai ada Pilkada berikutnya. "Kan aturannya memungkinkan. Pj kan satu tahun diperpanjang lalu satu tahun lagi diperpanjang," ujarnya.
Hanan memaparkan tahapan pencalonan kepala daerah. Pertama, memenuhi berbagai persyaratan atau tidak. Selanjutnya parpol yang menentukan pencalonannya. Sementara untuk calon independen, masyarakat yang menentukan.
Masuk ke tahap pemilihan, semua kembali kepada masyarakat yang menentukan. Pasalnya, kata Hanan, sistem Pilkada yang kini diterapkan di Indonesia yakni pemilihan langsung oleh rakyat, bukan perwakilan oleh DPRD.
"Begitu di pemilihan, rakyat yang menentukan. Suara masing-masing bukan suara perwakilan. Sikap rakyat kelihatan disitu," kata dia.
Menurutnya, ada satu solusi untuk mencegah terjadinya paslon tunggal di Pilkada, yakni memperlonggar persyaratan calon independen. Opsi tersebut, kata Hanan, akan di evaluasi melalui RUU Pemilu. "Nanti ke depan kita berdasarkan pengalaman pilkada serentak sebelumnya, ternyata ada tren peningkatan calon tunggal, nanti kita evaluasi disitu," pungkasnya.
Sebelumnya, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) memperkirakan, calon tunggal melawan kotak kosong akan terjadi di 31 daerah pada Pilkada 2020 mendatang. Daerah potensial itu terdiri dari 26 kabupaten dan lima kota dari 270 daerah yang menggelar pilkada serentak tahun ini.
"Tetapi ini masih bisa berubah karena masih sangat dinamis, tahu sendiri proses pencalonan di pilkada kita cenderung injury time," kata Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini dalam diskusi virtual, Selasa (4/8).