Berita
Oleh Alfin Pulungan pada hari Selasa, 25 Agu 2020 - 06:39:46 WIB
Bagikan Berita ini :

Ini Kritik Wakil Ketua Komisi Budaya DPR Terkait Film TILIK yang Sedang Viral

tscom_news_photo_1598291024.jpeg
Wakil Ketua Komisi X DPR, Abdul Fikri Faqih (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Wakil Ketua Komisi Kebudayaan (Komisi X) DPR, Abdul Fikri Faqih, memberi catatan kritis terkait film "TILIK" yang sampai saat ini masih hangat diperbincangkan publik. Namun demikian, Fikri tetap mengapresiasi kreativitas pembuat film ini karena mengangkat fenomena sosial yang punya daya tarik bagi masyarakat luas.

"Alur sarana cerita yang dipakai film pendek ini terkuak bahwa, realitas kehidupan kita sehari-hari hari itu ketika difilmkan ternyata masih punya daya tarik pemirsa," kata Fikri saat dihubungi Senin, 24 Agustus 2020.

Menurut Fikri, kesederhanaan film "TILIK" juga bisa menjadi contoh mudahnya membuat tayangan film yang menarik tapi tetap mempunyai basis penonton.

Apalagi, kata dia, secara teknis pembuatan film semacam itu bisa sangat efektif dan efisien. "Tak perlu mahal. Sehingga tak perlu menggaet investor besar, insan perfilman bisa memproduksi film, bahkan mungkin mandiri," kata dia.

Film pendek asal Yogyakarta yang berjudul TILIK, beberapa hari terakhir memang menjadi sorotan publik. Film berdurasi 32 menit ini sebelumnya sudah dirilis pada 2018 dan baru pertama kali ditayangkan secara luas di Channel Youtube Ravacana Films pada 17 Agustus 2020.

Film yang disutradarai Wahyu Agung Prasetyo ini mendadak ramai diperbincangkan karena karakter salah satu artis film ini, Bu Tejo yang diperankan Siti Fauziah, dianggap mewakili karakter oknum ibu-ibu yang senang bergosip. Gosip merupakan tingkah laku yang dinilai banyak dilakukan oleh kaum ibu-ibu di Indonesia, mungkin juga di dunia.

TILIK bercerita tentang serombongan ibu-ibu yang berangkat menjenguk, atau dalam Bahasa Jawa disebut "tilik", Ibu Lurah di rumah sakit menggunakan truk. Yang menjadi daya pikat dalam film ini tentu adalah peran Bu Tejo.

Di samping peran yang "usil" ini, sebenarnya ada tokoh lain bernama Bu Ning yang berupaya mengkonter tingkah laku Bu Tejo. Ia selalu mengingatkan agar Bu Tejo dan ibu-ibu lainnya tidak terjebak pada obrolan yang mengarah pada fitnah, apalagi sumbernya tidak jelas. Keduanya pun tak jarang terlibat dalam perdebatan.

Tangkapan layar: adegan adu mulut Bu Tejo (kiri) dengan Bu Ning (kanan).


Adapun yang menjadi objek gibahan Bu Tejo adalah Dian, seorang kembang desa yang berstatus single namun dianggap dekat dengan seorang anak Pak Lurah.

Menurut Fikri, kisah film tersebut sangat rawan disalah artikan. Bahkan ia menyebut film "TILIK" menggambarkan bahwa perfilman di Indonesia sangat miskin pesan positif.

"Film ini seperti pasrah bahwa idealisme sudah tidak relevan dan menerima begitu saja arus pragmatisme, membenarkan perilaku negatif: gosip, membenarkan suap dan bahkan memberi contoh orang baik membela orang berperilaku ambigu atau munafik," kata politikus Partai Keadilan Sejahtera ini.

Kritik yang dilontarkan Fikri adalah terkait alur yang menayangkan saat truk yang ditumpangi ibu-ibu tersebut ditilang polisi. Di tengah perjalanan itu, motif Bu Tejo menyebarkan kabar-kabar negatif soal Dian terbongkar ketika ia memberikan uang transport kepada Gotrek, sang sopir. Bu Tejo mengklaim uang itu pemberian suaminya.

Usut punya usut, ternyata uang itu ada hubungannya dengan rencana suaminya untuk mencalonkan diri menjadi lurah yang baru. Perbuatan Bu Tejo pun kembali mendapatkan kritikan dari Bu Ning karena menilai hal itu adalah suap yang dilarang secara hukum maupun agama.

Fikri kembali menyoroti adegan akhir film ini yang merupakan kulminasi empiris dari serangkaian gunjingan ibu-ibu. Adegan ini memang cukup mengejutkan penonton.

Tokoh bernama Dian yang keluar dari rumah sakit tiba-tiba masuk ke dalam sebuah mobil yang di dalamnya ada seseorang lelaki paruh baya yang tengah menunggu. Lelaki itu rupanya ayah Fikri atau suami Bu Lurah yang sedang sakit. Tak dinyana, selama ini ternyata Dian merupakan perempuan simpanan suami Bu Lurah, bukan kekasih Fikri.

Adegan percintaan memang menjadi hal yang digemari di dunia perfilman, jika tidak disebut sesuatu yang sudah lumrah. Namun, Fikri memandang tayangan seperti itu sama sekali tak mengedukasi masyarakat, bahkan cenderung menghasilkan hal yang destruktif.

"Dalam situasi serba sulit seperti sekarang ini, buatlah tontonan yang menghibur dan/atau yang membangkitkan semangat untuk sukses. Jangan terus-menerus disuguhi kisah cinta yang dibumbui kesan atau aroma perselingkuhan, ini tidak edukatif," kata Fikri.

tag: #film-tilik  #film  #komisi-x  #kebudayaan  #pendidikan  #abdul-fikri-faqih  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement