Berita
Oleh Alfin Pulungan pada hari Senin, 21 Sep 2020 - 17:21:55 WIB
Bagikan Berita ini :

Klarifikasi Penghapusan Mapel Sejarah Disebut Hanya Mengulang Kasus POP

tscom_news_photo_1600683706.jpeg
Wakil Ketua Komisi X DPR, Abdul Fikri Faqih (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Wakil Ketua Komisi Pendidikan (Komisi X) DPR, Abdul Fikri Faqih, mengatakan kabar penghapusan mata pelajaran (mapel) sejarah yang kemudian diklarifikasi pemerintah hanya mengulang kasus yang sebelumnya pernah terjadi.

Fikri menyebutkan kasus itu adalah Program Organisasi Penggerak (POP) yang sebelumnya sempat ingin dijalankan pemerintah namun mundur karena mendapat tekanan publik.

"Program Organisasi Penggerak (POP) pun rame mekanisme rekruitmen, diprotes kemudian ditunda," kata Fikri saat dihubungi, Senin, 21 September 2020.

POP merupakan salah satu program unggulan Kemendikbud yang bertujuan untuk memberikan pelatihan dan pendampingan bagi para guru penggerak untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan peserta didik.

Dalam program tersebut Kemendikbud akan melibatkan organisasi-organisasi masyarakat maupun individu yang mempunyai kapasitas untuk meningkatkan kualitas para guru melalui berbagai pelatihan.

Adapun mengenai anggaran yang dialokasikan Kemendikbud sebesar Rp567 miliar per tahun untuk membiayai pelatihan atau kegiatan yang diselenggarakan organisasi terpilih.

Namun rencana pemerintah menjalankan POP pupus semenjak organisasi Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah menarik diri dari program tersebut karena diketahui menggandeng salah satu yayasan yang tak berpengalaman.

Menurut Fikri, beredarnya kabar penghapusan mapel sejarah belakangan ini tak beda jauh dari kasus POP tersebut. Informasi yang beredar dan diketahui bersumber dari internal Kemendikbud itu mengindikasikan buruknya komunikasi dan koordinasi pemerintahan.

"Ini sekarang mapel sejarah jadi pilihan saja bukan wajib bahkan beritanya hendak dihapus. Ya tentu reaksi masayarakat sangat keras menolaknya," ujar Fikri.

"Kalau model komunikasinya seperti ini, akan berbahaya dan ini memicu terlalu banyaknya energi yang tak produktif dikeluarkan oleh elemen masyarakat hanya untuk kegaduhan," tambahnya.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini lantas mempertanyakan konsistensi Kemendikbud terhadap penyusunan Rencana Induk Pendidikan Nasional (RIPN) yang jadi pegangan para pegiat pendidikan. Dengan RIPN, kata Fikri, ketika ada perubahan kurikulum atau apapun pedoman di bawahnya publik tidak akan cepat reaksi karena tahu arahnya ke mana.

Namun Fikri mengingatkan penyusunan RIPN yang berlaku 20 hingga 25 tahun itu harus turut melibatkan semua pemangku kepentingan pendidikan, termasuk membahasnya bersama Komisi X DPR.

"Tapi lebih baik ramai sebelum jadi tapi ke depan kita bersama sama. Solid menjalankan program pendidikan agar fungsi negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana diamanatkan UUD NRI 1945 menjadi efektif," kata Legislator dari daerah pemilihan Jawa Tengah IX ini.

tag: #pendidikan  #kemendikbud  #komisi-x  #abdul-fikri-faqih  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement