Berita
Oleh Bachtiar pada hari Minggu, 27 Sep 2020 - 10:15:16 WIB
Bagikan Berita ini :

Pakar Hukum Ini Sebut Ada Potensi Saling Rebut Kewenangan Jika RUU Kejaksaan Disahkan

tscom_news_photo_1601176516.jpeg
Azmi Syahputra, Kaprodi FH Universitas Bung Karno (UBK) (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Kejaksaan minta perluasan kewenangan penyelidikan dan penyidikan dan diperkuat dengan klausula dalam naskah rancangan Undang-Undang Kejaksaan tahun 2020.

Selain berwenang pada tindak pidana tertentu mencantumkan kata "penyidikan pada tindak pidana lainnya".

Menanggapi hal tersebut, Pakar Hukum Pidana Universitas Bung Karno (UBK) Azmi Syahputra mengatakan, mestinya tugas utama Kejaksaan berfungsi sebagai unsur utama lembaga penuntutan.

Sebab, lanjut dia, pengoperasionalannya ini akan berkait dengan hukum acara pidana, sehingga bila dikaitkan dengan Konsep KUHAP yang difrensasi fungsional yang berarti mengatur ada batasan, pembagian tugas dan wewenang agar ada mekanisme saling checking antar lembaga penegak hukum, guna mengetahui dimana terjadi hambatan dalam sistem peradilan pidana, sehingga dapat saling mengkoreksi.

"Namun jika Jaksa juga masuk dalam penyelidikan, penyidikan ini bisa membuat jadi hilangnya titik keseimbangan antar lembaga penegak hukum karena polisi dan jaksa berposisi sama sama dalam fungsi eksekutif menjalankan kekuasaan kehakiman dalam konteks penegakan hukum pidana," jelas Ketua Asosiasi Ilmuwan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha) itu kepada wartawan, Minggu (27/09/2020).

Dijelaskannya, hal ini sangat jelas terlihat jika membaca RUU Kejaksaan dalam pasal 1 ayat 1 jo penjelasan RUU pada point 2 sangat tampak adanya hasrat bahwa RUU kejaksaan ditujukan untuk melakukan penyempurnaan kewenangan.

"Khususnya penyelidikan, penyidikan maka jika ini disetujui akan terjadi timbul keruwetan dalam praktik, benturan kepentingan dalam sistem peradilan pidana, saling rebut kekuasaan dan kewenangan penyidikan," ungkapnya.

Menurutnya, perubahan dalam RUU Kejaksaan yang dimaksud demi menguatkan eksistensi fungsi insitusi akan hilang tujuannya.

"Jika ranah penyelidikan tanpa batas juga ditarik oleh Jaksa dan hal ini akan membuat lembaga antar sesama penegak hukum dapat jalan masing-masing, perang kewenangan atas nama undang-undang sehingga ego sektoral antar penegak hukum semakin mengkrucut," katanya.

Apalagi, sambung Azmi, Jaksa yang diketahui sebagai satu-satunya institusi yang dapat menentukan apakah suatu perkara dapat diajukan ke tahap penuntutan atau tidak, termasuk sebagai pengendali perkara (asas dominus litis) bila ditambah lagi dengan kewenangan penyelidikan dan penyidikan.

"Maka hilanglah konsep difrensiasi fungsional, hilanglah saling kontrol antar penegak hukum dalam sistem peradilan pidana karena bisa dihandle Jaksa sendiri maka terjadilah kesemerawutan dalam penegakan hukum," tandasnya.

Disarankannya, agar kejaksaan lebih profesional maka diharapkan semestinya dalam RUU ini saatnya mengembalikan fungsi Jaksa sebagai unsur utama dalam sistem peradilan dalam penuntutan dan pengkoreksi di tingkat tugas-tugas penyidikan kepolisian.

"Bukan pula masuk untuk jadi berfungsi sebagai penyidik dan memperkuat tugas yang sifatnya antisipatif, konsultatif dan rekomendasi pada pemerintah dari aspek hukum," pungkasnya.

tag: #kejaksaan  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement