JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Anggota Komisi VI DPR RI I Nyoman Parta mendorong agar Pemerintah segera mengimplementasikan amanat Undang-undang Tentang Pangan. Utamanya yakni soal pembentukan Badan Pangan Nasional (BPN).
"Khususnya di pasal 126 UU nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan dimana dalam pasal itu mengamanatkan tentang pembentukan Badan Pangan Nasional. BPN ini di design UU tersebut sebagai badan yang nantinya mengatur tata kelola pangan secara komprehensif, dari hulu sampai ke hilirnya," ungkap Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI itu usai rapat bersama dengan Kabulog Budi Waseso dan Kepala BPS Kecuk Suhariyanto, Selasa (16/03/2021).
Selain itu, jelas Parta, BPN dibentuk dengan tujuan mengidentifikasi serta menyelesaikan berbagai persoalan yang terjadi di sektor pangan.
"BPN ini tujuannya kan dirancang untuk mengatasi carut marut tatakelola pangan. Bicara pangan bukan hanya soal beras tapi ada rempah dan komoditas pangan lainnya. Saya berharap pak Presiden Jokowi dapat menginstruksikan jajaran dibawahnya agar segera mengimplementasikan amanat pasal 126 UU Pangan itu," harap Politikus PDIP itu.
Parta menduga, belum terealisasinya pembentukan BPN bisa jadi karena adanya tarik ulur kepentingan yang cukup kuat antar Kementerian dan lembaga terkait.
"Saya duga belum terbentuknya BPN karena adanya ego sektoral antar kementerian dan lembaga terkait. Padahal sudah 9 tahun pasca adanya UU Pangan tapi belum juga terbentuk BPN ini," ungkap Legislator dari dapil Bali I itu.
Saat disinggung soal rencana Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan yang akan mengimpor satu juta ton beras, Parta menegaskan hal itu mestinya tidak dilakukan jika Pemerintah mau berpatokan pada data yang dibuat lembaga negara yang diamanatkan UU terkait soal data termasuk data Pangan.
"Saya hanya berpegang pada data Badan Pusat Statistik (BPS) dimana per kuartal I Januari-Mei, data menunjukkan bahwa stock beras itu sudah sangat cukup. Lalu dimana urgensinya import beras jika data BPS saja menunjukkan ketersediaan stock beras sangat cukup," ungkapnya lagi.
Yang jelas, kata dia, persoalan beras termasuk polemik import beras didalamnya tidak akan terjadi jika lembaga yang diamanatkan UU Pangan segera dibentuk.
"Inilah sekali lagi pentingnya dibentuk BPN agar data beras bisa terkonsolidasi dengan kuat. Dimana nantinya BPN ini akan membuat neraca. Neraca diperlukan untuk mengetahui apakah stock pangan kita surplus atau minus. Dengan begitu jika ada neraca maka Pemerintah bisa mengambil keputusan dengan bijak dan logis termasuk keputusan apakah perlu atau tidak mengimpor beras dalam hal ini," tegasnya.
Selain itu, Parta juga meminta transparansi antar Kementerian dan lembaga terkait stock jenis beras yang ada.
"Semua kementerian dan lembaga harus buka data secara transparan. Berapa misalnya, stock beras medium saat ini, stock beras premium yang ada. Biar ketahuan nanti mana kementerian dan lembaga yang datanya tidak logis. Harus jelas donk jenis beras apa yang mau di import biar publik tahu secara jelas," tandasnya.
Parta mengaku tidak mempermasalahkan skema import jika ditopang data dan fakta yang memadai, bukan ditopang kepentingan politik pragmatis atau kepentingan segelintir para pemburu rente.
"Import boleh-boleh saja asal ada syarat yang logis semisal, gagal panen, faktor alam (force majure). Intinya kalau surplus tidak boleh dilakukan import karena akan jadi tanda tanya," tegasnya.