JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Direktur Eksekutif INFUS (Indonesia Future Studies) Gde Siriana Yusuf mengungkapkan, dalam kampanye Pilpres 2014, janji politik Jokowi yang paling bombastis adalah akan membuka lahan pertanian sawah sebanyak 1 juta hektar setiap tahunnya.
"Faktanya, BPS
menyebut luas lahan baku sawah terus menurun. Catatan mereka pada 2018 lalu, luas lahan tinggal 7,1 juta hektare, turun dibanding 2017 yang masih 7,75 juta hektare," sindir Gde kepada wartawan, Jumat (19/03/2021).
Sebaliknya, lanjut Gde, tercatat impor beras RI tahun 2018 sangat tinggi mencapai 2,3 juta ton. Bahkan dalam 5 tahun terakhir (2015-2019), rata-rata impor beras mencapai di atas 1 juta ton per tahun.
"Jadi sesungguhnya rakyat sudah bisa menilai kegagalan pemerintahan Jokowi dalam membangun pertanian nasional di periode pertamanya. Ini saya sebut sebagai pepesan kosong pertama," tandasnya.
Menurutnya, jika sebelum Reformasi 98 ada GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara) yang mengamanatkan pelaksanaan pembangunan kepada Presiden, maka kegagalan di sektor pertanian tentunya dapat menimbulkan penolakan MPR atas laporan pertanggungjawaban presiden periode 2014-2019.
"Beruntung presiden sekarang hanya berhaluan pada janji kampanye dirinya sendiri. Dan janji dapat dimaknai dengan multi tafsir politik (ngeles)," sindirnya lagi.
Selanjutnya pada kampanye Pilpres 2019, kata Gde, Jokowi berjanji akan meningkatkan produktifitas dan kesejahteraan petani dan nelayan.
"Tetapi baru setahun janji itu diucapkan, pemerintah berencana akan impor beras lagi di tahun 2021 ini," sesalnya.
Pemerintah, saran Gde, semestinya membaca data BPS. Demografi penduduk perdesaan di Indonesia masih lebih dari 40%. Pada sisi tenaga kerja, dari 128 juta pekerja, lebih dari 38juta bekerja di sektor pertanian.
"Jadi semestinya pembangunan sektor pertanian menjadi mandatory, bukan hanya soal swasembada pangan atau ketahanan pangan. Tapi ini soal distribusi ekonomi yang lebih adil," tegasnya.
"Jika kita lihat lagi data BPS September 2020, jumlah penduduk miskin 27,55 juta orang (10,19% dari total penduduk), angka itu naik 0,41% dibanding Maret 2020, dan naik 2,76% dibanding September 2019. Dan sebagian besar peningkatan penduduk miskin terjadi di perdesaan."
"Jadi, saya melihat ini sebagai pepesan kosong kedua. Bahkan sebelumnya presiden Jokowi mengajak rakyat untuk membenci produk asing. Tapi koq untuk beras, ganas sekali impornya," sindir Gde lagi.