JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (DPP APTRI) Abdul Wachid meminta Pemerintah untuk melakukan kontrol ketat terhadap pemberian izin impor gula baik terhadap perusahaan BUMN maupun swasta.
Pengawasan atau kontrol diperlukan guna memastikan gula hasil impor tersebut tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang bertujuan mencari keuntungan semata.
"Saya berharap Pemerintah benar-benar melakukan pengawasan ijin import Gula Kristal Putih (GKP/White sugar) yang di berikan kepada pabrik gula baik BUMN maupun swasta. Impor gula itu harus benar-benar untuk menuju swasembada gula nasional, tidak malah memburu rente. Semoga impor itu untuk swasembada bukan untuk para pemburu rente," tandas Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (DPP HKTI) bidang Perkebunan Kehutanan itu kepada wartawan, Rabu (31/03/2021).
Wachid yang juga eks Anggota Komisi VI DPR RI itu beralasan, penekanan pentingnya pengawasan karena ada keuntungan sangat besar dari setiap kilogram gula hasil impor.
"Import gula baik row sugar maupun white sugar keuntungannya cukup besar sampai Rp1000/kg lebih. Semoga keuntungannya tidak untuk masuk kantong," lirih Wachid.
Wachid berharap agar keuntungan hasil penjualan gula impor itu nantinya dapat digunakan untuk menopang dan membenahi sektor perkebunan tebu agar bisa maksimal menggenjot hasil panen para petani tebu ke depannya. Bukan masuk kantong para pemburu rente.
"Artinya hasil keuntungan impor gula itu ada nilai manfaat untuk swasembada gula, jadi keuntungan impor gula itu wajib hukumnya untuk pertama, membangun kebun tebu guna memenuhi kebutuhan bahan baku gula. Kedua, keuntungan gula impor sebaiknya ditujukan untuk revitalisasi pabrik gula. Kalau itu semua bisa di lakukan, industri gula akan bangkit kembali," tegas Anggota Komisi VIII DPR RI itu.
Wachid menambahkan, banyak yang tadinya merupakan lahan perkebunan tebu namun kini sudah banyak yang beralih fungsi. Alih fungsi tersebut terjadi karena para petani tebu menganggap impor gula mempengaruhi hasil produksi dan harga jual tebu mereka. Dan menyebabkan harga jual gula hasil panen mereka jatuh.
"Saya amati kebun tebu dulu pada tahun 2008 pernah mencapai 450 Ha lebih, namun kondisi sekarang tidak semakin bertambah malah semakin menyusut dikarenakan harga gula petani tidak menarik, kredit murah semakin susah, pupuk subsidi juga semakin sulit, akibatnya banyak petani pada alih tanaman," ungkapnya.
Yang lebih memprihatinkan lagi, kata dia, sektor perkebunan tebu samasekali tidak mampu menarik minat generasi muda. Generasi yang notabenenya bakal menjadi pemanggul beban visi bangsa soal swasembada gula. Berarti ada yang keliru soal tatakelola sektor perkebunan tebu selama ini.
"Generasi muda tidak mau terjun jadi petani tebu, karena tidak menarik dan tidak menjanjikan sektor ini. Sekali lagi saya berharap Impor gula untuk konsumsi rumah tangga (GKP) yang besarnya 650 ribu Ton lebih (menurut data dari Kementerian Pertanian), semoga hasil keuntungan impornya benar-benar ditujukan untuk membangun kebun tebu dan merevitalisasi pabrik gula," pungkasnya.
Diketahui, baru-baru ini PT. RNI/Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) mendapat penugasan impor gula dari pemerintah sebesar 75.000 ton.