JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PKS, Anis Byarwati menilai, keputusan pemerintah yang tidak membayarkan penuh uang THR ASN sangat mengkhawatirkan.
Hal itu, kata dia, lantaran kondisi ini akan memengaruhi daya beli PNS.
Hal ini disebabkan tunjangan kinerja sangat besar peranannya dalam komponen take home pay PNS.
“Tunjangan kinerja yang diakumulasi dengan THR, idealnya berdampak pada lonjakan konsumsi rumah tangga,” kata Anis, Minggu, (2/5/2021).
Sebagaimana diketahui, total PNS di Indonesia sekitar 4 juta orang. Jumlah tersebut sangat besar dampaknya terhadap kekuatan konsumsi sebagai penopang pertumbuhan ekonomi nasional.
Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan ini berharap ekonomi bisa tumbuh positif pada triwulan II-2021 karena masyarakat sudah terlalu lama terjebak dalam krisis pandemi covid-19.
"Salah satu sumber pertumbuhan ekonomi adalah konsumsi rumah tangga. Dan konsumsi rumah tangga ditentukan oleh pendapatan,” ujarnya.
Pada dasarnya pendapatan terdiri dari dua yaitu pendapatan tetap (gaji pokok) dan pendapatan variabel (THR, tunjangan lainnya).
Alokasi pendapatan tetap biasanya sudah terencana sedangkan pendapatan variabel biasanya untuk leisure.
Pada titik ini, keputusan ‘memotong’ gaji akan mengurangi belanja leisure.
Anis yang juga menjabat sebagai wakil ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI ini menyayangkan kebijakan pemerintah yang terkadang tidak bisa dilaksanakan secara optimal untuk mencapai tujuan yang salah satunya sebagai daya ungkit pertumbuhan.
“Terkadang satu kebijakan men trade off kebijakan lain," ungkapnya.
Sebagai contoh, Pemerintah sedang memberikan stimulus pada sektor industri properti dan kendaraan bermotor melalui insentif pajak (PPN dan PPnBM), di waktu yang bersamaan melakukan penghematan pengeluaran APBN dengan pemberian THR secara tidak full kepada PNS.
Satu sisi berdampak pada peningkatan daya beli masyarakat, namun sisi lain memberikan efek penurunan tingkat konsumsi karena pengurangan pendapatan.
“Terkadang, banyak hal yang tidak sesuai antara instruksi dengan kondisi di lapangan. Koordinasi inilah yang menjadi pekerjaan rumah di Indonesia,” tegasnya.
Pada kasus THR ini, Anis menilai perlu koordinasi dilakukan agar momentum pertumbuhan ekonomi saat konsumsi tinggi dapat dimaksimalkan.
Anis menegaskan, seharusnya Pemerintah dapat mengambil Langkah konkrit untuk menggenjot pendapatan negara.
"Semua amunisi ada di tangan pemerintah baik sebelum atau selama pandemi Covid-19. Dulu tax amnesty juga digadang-gadang akan mampu menggenjot pendapatan negara. Tapi sampai sekarang masih belum terlihat bahkan shortfall perpajakan selalu terjadi," beber Anis.
Di saat pandemi juga berbagai kebijakan dalam rangka pemulihan ekonomi dengan dana ratusan triliun sudah dilakukan. Bahkan berbagai kemudahan investasi dan fasilitas-fasilitas fantastis juga dikebut dengan UU Cipta Kerja.
Anis menekankan intinya adalah harus ada kebijakan yang “adil” yang tujuannya adalah untuk kesejahteraan “seluruh” rakyat Indonesia.
"Kita cukup melihat di depan mata bagaimana kasus Jiwasraya, Asabri, bahkan kasus korupsi dana bansos saat semua rakyat sedang susah. semuanya terjadi dalam ranah “pelat merah” yang seharusnya menjadi panutan dan tumpuan rakyat,” tutupnya.