JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-
Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menyatakan menolak masuknya delik penghinaan presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Pidana (RUU KUHP).
“Pasal penghinaan Presiden dan DPR dalam RUU KUHP mencederai esensi demokrasi, yaitu kebebasan berpendapat,” kata Tsamara Amany Kepada Wartawan di Jakarta, Rabu (9/6/2021).
PSI menolak pasal tersebut, menurutnya, karena pihaknya tak melihat relevansi pasal-pasal semacam itu diterapkan di era demokrasi saat ini.
“Pasal tersebut punya potensi menjadi pasal karet yang menghambat diskursus publik yang sehat,” tegasnya.
Jika Indonesia menerapkan aturan tersebut, kata Tsamara, maka hal itu menunjukkan kemunduran puluhan tahun.
Seperti diketahui, pasal penghinaan presiden dan wakil presiden kembali muncul dalam draft RUU KUHP terbaru. Penghinaan terhadap presiden dan wapres dikenai ancaman maksimal 3,5 tahun penjara.
Bila penghinaan dilakukan lewat media sosial atau sarana elektronik, ancamannya menjadi 4,5 tahun penjara.
Sementara itu, bagi yang menghina lembaga negara, seperti DPR, bisa dihukum penjara maksimal 2 tahun penjara.