Pandemi Covid-19 di Indonesia telah dan semakin menimbulkan korban baik sakit maupun meninggal dalam jumlah yang sangat tinggi (bahkan Indonesia termasuk negara dengan korban meninggal yang tertinggi di dunia).
Salah satu faktor dari kegagalan tersebut adalah kebijakan dan manajemen yang tidak meletakkan penanggulangan masalah kesehatan sebagai pusat kepedulian, tapi merancukannya dengan perhatian terhadap hal-hal lain seperti stimulus ekonomi dan pariwisata. Perhatian pertama dan prima terhadap masalah kesehatan seyogyanya menjelma dalam usaha seperti:
(a). Mendorong Perguruan Tinggi dan Lembaga-Farmasi Nasional untuk menemukan/mengembangkan obat dan vaksin dari Dalam Negeri.
(b). Mengadakan secara gratis test kesehatan, dan obat-obatan sehingga terjangkau oleh rakyat kecil.
(c). Menyadari pentingnya pendekatan spiritual-keagamaan yang menjadi modal besar Bangsa Indonesia dalam rangka menjaga dan meningkatkan kesehatan diri.
Cara penanganan Pemerintah selama ini terkesan kurang melindungi seluruh rakyat dan segenap Tanah Tumpah Darah Indonesia sesuai amanat UUD 1945, dan dapat dinilai telah melanggar hukum dan produk perundang-undangan yang ada yaitu Undang-Undang No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Undang-Undang tersebut sangat jelas dan rinci memerintahkan langkah-langkah-langkah nyata penyelamatan rakyat dalam keadaan darurat kesehatan.
Maka oleh karena itu, demi penyelamatan rakyat dan menghindari jatuhnya korban yang lebih banyak mendesak Pemerintah untuk menerapkan Undang-Undang No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, dengan antara lain:
(a). Mengawasi dan membatasi kedatangan orang dari luar wilayah Indonesia melalui berbagai
moda transportasi dengan menegakkan kekarantinaan kesehatan (selama ini Tenaga Kerja Asing terlalu dimudahkan masuk).
(b). Menegakkan karantina rumah dan wilayah dengan tanggung jawab Pemerintah menyediakan makanan/sumber bahan pokok, baik bagi rakyat maupun hewan ternak. (Dalam hal ini Pemerintah harus mengalokasikan anggaran yang sesuai dengan kebutuhan).
(c). Tidak menjalankan kebijakan yang berubah-ubah dan apalagi bersifat sentralistik yaitu Pemerintah Pusat mendominasi sementara prakarsa Pemerintah Daerah dibatasi. (Dalam hal ini agar ditempuhkan pendekatan kolaboratif dari berbagai kementerian/instansi Pemerintah sesuai tupoksinya, bukan menyerahkan urusan kepada pejabat yang tidak tepat).
Untuk itu semua, walau sudah terlambat, Pemerintah menggalang potensi dan partisipasi masyarakat, dan menghentikan sikap merasa bisa mengatasi keadaan sendiri, serta ingin mendesakkan sanksi atas rakyat dengan "berkacak pinggang".
Semoga Allah SWT melindungi Bangsa Indonesia dari marabahaya dan malapetaka.
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #din-syamsuddin