Berita
Oleh Bachtiar pada hari Jumat, 20 Agu 2021 - 11:00:57 WIB
Bagikan Berita ini :

Soal Wacana Amandemen Konstitusi, FPKS: Publik Menangkapnya Sebagai Sinyal Berbahaya Bagi Demokrasi

tscom_news_photo_1629432057.jpeg
Bukhori Yusuf Politikus PKS (Sumber foto : Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Perubahan kelima atau amandemen Undang-undang 1945 menjadi isu panas di tengah publik belakangan ini selepas Ketua MPR Bambang Soesatyo, atau akrab disapa Bamsoet, menemui Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Bogor, Jumat (13/8/2021) silam.

Saat itu, Bamsoet mengaku bahwa Presiden Jokowi setuju ihwal rencana MPR melakukan amandemen terbatas UUD 1945 untuk menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dan tidak melebar ke persoalan lain.

Merespons hal itu, anggota DPR RI Fraksi PKS Bukhori Yusuf angkat bicara. Bukhori mempertanyakan urgensi amandemen UUD 1945 yang digulirkan di tengah kondisi krisis kesehatan masyarakat yang belum menunjukan pemulihan.

Sebab dirinya menganggap belum ada urgensi untuk mengamandemen konstitusi untuk menghidupkan kembali GBHN, atau sekarang diistilahkan dengan sebutan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).

Anggota DPR yang pernah duduk sebagai anggota Lembaga Pengkajian MPR (Lemkaji MPR) ini memandang fungsi GBHN sebagai pedoman dalam tata laksana pembangunan nasional sebenarnya sudah terkompensasi dengan adanya Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang terakomodir dalam UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN).

“Untuk saat ini, kami belum melihat adanya kondisi mendesak untuk menetapkan PPHN melalui TAP MPR. Lagipula, kedudukan GBHN saat ini sudah digantikan dengan adanya UU SPPN. Pun jika dipandang sudah usang, menurut hemat saya, cukup direvisi peraturan perundang-undangannya agar disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi aktual mengingat undang-undang ini sudah berusia hampir 2 dekade,” ujarnya, Jumat (20/08/2021).

Politisi PKS ini mengungkapkan, memaksakan agenda amandemen UUD 1945 dalam situasi pandemi akan menghalang partisipasi publik lantaran terbatasnya akses dan mobilitas publik dalam mengawal agenda krusial tersebut.

Di sisi lain, dirinya juga khawatir perubahan kelima UUD 1945 ini berpotensi menjadi bola liar dan melebar ke pembahasan lain yang tidak sejalan dengan kepentingan rakyat dan cita-cita reformasi.

“Sulit dipungkiri, publik menangkap rencana amandemen ini sebagai sinyal bahaya bagi demokrasi di tengah simpang siur soal wacana penambahan masa jabatan Presiden. Pasalnya, wacana ini seolah dipaksakan karena digulirkan di tengah situasi yang tidak tepat, sehingga wajar bila publik menaruh syak wasangka,” lanjutnya.

Dengan demikian, sambungnya, apabila agenda ini tetap dipaksakan, dikhawatirkan akan muncul persepsi di tengah publik bahwa agenda amandemen ini menyimpan maksud terselubung yang menjadi hajat milik segelintir elit dimana tujuannya jauh dari kemaslahatan publik.

“Dan saya bisa menjamin, mayoritas masyarakat tidak akan menyetujui ihwal rencana amandemen ini lantaran tidak sejalan dengan prioritas mereka di masa pandemi,” tegasnya

Anggota Komisi Sosial DPR ini mengingatkan supaya pemerintah dan segenap anggota MPR, yang terdiri dari anggota DPR dan DPD, bisa mengesampingkan hajat politik mereka, dengan beralih pada upaya memaksimalkan aksi sosial dalam membantu kesulitan rakyat yang didera pandemi.

“Rakyat sedang berduka dan perlu mendapat perhatian penuh, santunan, dan perlindungan dari negara secara totalitas supaya kondisi mereka tidak semakin terpuruk. Di sisi lain, ujian pandemi ini tidak hanya menuntut kita untuk melakukan ikhtiar duniawi, tetapi juga ikhtiar samawi dengan menundukan diri kepada Allah dalam segala aspek kehidupan kita,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Bukhori menyatakan agenda amandemen UUD 1945 bukanlah solusi atas maraknya praktik ekonomi liberal yang ugal-ugalan sebagaimana terjadi saat ini, melainkan komitmen para pemimpin untuk mengemban kepercayaan rakyat dengan amanah serta konsisten menjalankan amanat Pasal 33 UUD 1945 secara bertanggung jawab.

“Para pemimpin maupun pemangku kekuasaan harus siap menjalankan gaya hidup yang sederhana, alias tidak bermewah-mewahan; Sedia mendengar dan menjawab keluh kesah rakyat dengan kebijakan yang memihak; serta tidak menggadaikan kepercayaan rakyat dengan menjadi kaki tangan para cukong dan oligarki demi memuluskan agenda mereka mengeksploitasi negeri ini dari berbagai sisi,” pungkasnya.

tag: #konstitusi  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
BANK DKI JACKONE
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement