JAKARTA(TEROPONGSENAYAN)-Aktivis Petisi 28, Haris Rusly Moti mengatakan Indonesia adalah negara hukum sebagaimana telah diatur dalam pasal 1 ayat 3 UUD 1945 yang seharusnya hukum itu tidak boleh tajam kebawah dan tumpul keatas.
"Sobat, Pasal 1 (3) UUD 1945, Indonesia adalah Negara Hukum. Ketika negara berpanglima hukum maka sebenarnya negara mencurigai penguasanya. Beda dengan negara kekuasaan, ketika Penguasa Curigai Rakyat (PCR). Adagium power tends to corrupt, setiap kekuasaan berkecenderungan menyalahgunakan kewenangan. Jadi pisau hukum musti lebih tajam ke penguasa," kata Haris Rusly Moti dalam tweetnya yang dikutip pada, Jum"at (19/11/2021).
Menurut Haris, penyalahgunaan wewenang kekuasaan dapat merobohkan bangunan negara hukum itu sendiri, misalnya pejabat pemerintah itu terlibat dalam praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) apalagi dalam situasi pandemi Covid-19 yang tentunya sangat merugikan negara.
"Sobat, peristiwa penting yg merobohkan bangunan negara hukum, diantaranya penyalahgunaan kekuasaan untuk Korupsi, Kolusi & Nepotisme (KKN) dalam kasus PCR yg melibatkan penguasa teras istana. Sejumlah alat bukti telah disajikan oleh media massa, juga podcast beberapa influencer & telah dilaporkan ke BPK, KPK & Polri. Skandal PCR jauh lebih terang, kerugian negara lebih besar & memakan lebih banyak korban jika dibandingkan dengan skandal Century era SBY," lanjut Haris.
Masih dalam tweetnya, Haris mengatakan banyak investor yang menilai Presiden Joko Widodo permisif terhadap skandal Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), pengemplangan pajak dan pengrusakan lingkungan hidup yang melibatkan orang-orang dekatnya.
"Misalnya kasus PCR dan dugaan skandal pajak yg melibatkan Haji Isam. Presiden malah menyuntik vaksin kekebalan hukum dengan datang meresmikan pabrik Jhonlin terduga pengemplang pajak yg sedang disidik KPK," kata Haris Rusli Moty.