JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-Paham radikal mulai masuk ke lingkungan kementerian, khususnya KemenPANRB. MenPANRB Tjahjo Kumolo menyebut ada 16 calon eselon I yang tak lolos menjadi ASN.
Keputusan itu diambil Tjahjo berawal dari adanya rekam jejak digital, baik suami atau istri dari para calon ASN yang diketahui kerap memantau tokoh radikal di media sosial.
Padahal, tindakan berbau terorisme dan radikalisme merupakan suatu bentuk ancaman bangsa dan harus dihindari.
"Ini saya dibikin stres. Dua tahun Menpan RB dalam sidang PPA, hampir di atas 16 calon eselon I yang sudah hebat, professor, doktor mulai dari bawah naik, ikut TPA, gagal jadi eselon I gara-gara kelakuan istrinya atau suaminya. Istrinya kalau malam kerjanya buka medsos tokoh-tokoh radikal, tokoh-tokoh teroris. Gagal," ujar Tjahjo dalam acara peningkatan pelaksanaan reformasi birokrasi yang diselenggarakan Kemenko Polhukam, Rabu (1/12).
Ketatnya aturan tersebut, kata Tjahjo, bahkan membuat dirinya hampir tiap bulan mengeluarkan Surat Keputusan (SK) terkait pemberhentian ASN yang dinilai radikal.
"Hampir setiap bulan kami mengeluarkan SK ASN yang kita berhentikan karena terpapar radikalisme terorisme," katanya.
Tjahjo menjelaskan, dalam menyeleksi seorang calon ASN, pihaknya harus berani dan tegas dalam menentukan siapa calon yang benar-benar layak, baik secara integritas maupun latar belakang calon.
Tak hanya kepada calon ASN, pengawasan juga harus dilakukan tim seleksi kepada pihak keluarga dari ASN, baik dari eselon I maupun II.
"Kita harus berani bersikap siapa kawan siapa lawan. Adalah perorangan, kelompok, dan golongan yang dia terang-terangan atau sembunyi-sembunyi menyebar masalah radikalisme teroris. Termasuk di eselon II, eselon I, keluarganya yang berbau ini atau suka buka medsos, di-drop. Karena bukti aplikasi, rekam jejak media di hapenya semua bisa terdata dengan baik," ungkap Tjahjo.
Tjahjo pun memastikan pihaknya telah memperoleh izin untuk melakukan pengecekan, terutama terkait rekam jejak digital dari para calon ASN. Dia menambahkan pengecekan rekam jejak digital calon ASN dilakukan dengan menyaring dan mengecek akun media sosial pribadi para ASN.
"Otomatis izin, dong, ada perizinan kami membawa surat. "Eh, kamu mau saya angkat jadi eselon I, akan kami cek rekam jejakmu selama ini". Rekam jejak digital sampai mati, kan, enggak akan hilang. Makanya hati-hati kalau orang mau jadi pejabat, siapa pun rekam jejak digital, jangan sampai ini," ucap Tjahjo.
"Ya, medsos kita saring, bener enggak medsos asli atau tidak. Sekarang gampang orang Badan Siber Polisi bisa nangkap orang dalam tempo satu menit bisa, siapa yang memfitnah siapa yang membuat berita hoaks," lanjut dia.