JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Pengurus Forum Alumni Perguruan Tinggi Indonesia (FAPI) memberikan dukungan kepada Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, untuk memperjuangkan agar UUD 1945 kembali ke naskah asli yang kemudian disempurnakan melalui pola adendum.
Dukungan disampaikan langsung pengurus FAPI saat menemui LaNyalla, di Ruang Kerja Ketua DPD RI, Komplek Parlemen Senayan Jakarta, Jumat (22/7/2022).
Dalam audiensi, Ketua DPD RI didampingi Senator asal Lampung Bustami Zainudin dan Senator asal Kalimantan Selatan Pangeran Syarif Abdurrahman Bahasyim juga Kabiro Setpim DPD RI Sanherif S. Hutagaol.
Dari FAPI, hadir Achmad Syarbini (Ketua), Utami S dan Asrianty Purwantini (Wakil Ketua FAPI) serta Febrinas Azis (anggota FAPI).
"Bagi kami, di tengah dominasi oligarki politik dan ekonomi, juga keresahan masyarakat karena adanya darurat konstitusi, darurat kepemimpinan dan darurat kebohongan ini, kembali ke UUD 1945 merupakan solusi tepat," papar Achmad Sarbini, Ketua FAPI.
Dia berharap FAPI bisa bersinergi dengan DPD RI merespon situasi bangsa. Sebab FAPI juga ingin melakukan sesuatu yang berguna dalam menyelesaikan permasalahan negara.
"FAPI terdiri dari gabungan alumni dari 170 perguruan tinggi dan swasta di seluruh Indonesia. Kami ini selalu mempertanyakan bangsa ini apakah sudah merdeka atau belum. Sebab, sampai sekarang cita-cita proklamasi sepertinya jauh dari harapan, sementara oligarki mengancam kelangsungan negeri," papar dia.
Melihat kiprah Ketua DPD RI, lanjut Achmad Syarbini, semangat FAPI semakin menguat. FAPI merasa LaNyalla merupakan sosok yang bisa memimpin langkah perbaikan negeri.
"Dari rezim ke rezim belum ada yang terlihat menjalankan demokrasi dan sistem ekonomi secara benar. Pak LaNyalla dari awal menjabat sebagai Ketua DPD RI, kami lihat konsen ingin melakukan perbaikan," tukas dia.
Sementara AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengajak FAPI untuk meresonansikan gerakan kembali ke UUD 1945 sampai ke tingkat masyarakat bawah.
Senator asal Jawa Timur itu mengaku sedang mempersiapkan kajian komprehensif yang menyandingkan UUD 1945 naskah asli dengan UUD hasil amandemen 1999-2002.
"Dari situ kita bisa lihat bagian mana yang salah, kemudian bagian yang perlu diperbaiki supaya semua sadar dan bisa kembali ke jalan yang benar sesuai cita-cita para pendiri bangsa yaitu ingin mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," katanya.
Menurutnya, setelah kajian itu, UUD 1945 bisa dikembalikan ke naskah asli dan disempurnakan melalui adendum.
"Meskipun sudah kembali, UUD 1945 naskah asli harus tetap disempurnakan. Namun, harus dilakukan dengan cara yang benar, yaitu dengan pola adendum, tanpa harus mengganti isinya sampai 95 persen seperti yang ada saat ini," urainya.
Alumnus Universitas Brawijaya Malang itu mengatakan UUD hasil amandemen 1999-2002 sudah membuat Indonesia semakin liberalis dan kapitalistis.
"Pancasila sudah ditinggalkan. Sejak 2002, dan selama 20 tahun itu, kondisi bangsa bukannya membaik. Justru oligarki ekonomi dan politik semakin menggurita," ujarnya.
Dikatakan LaNyalla, sudah waktunya hulu diperbaiki sebagai upaya satu-satunya dalam menjawab persoalan politik, ekonomi, hukum dan aspek lainnya.
“Setelah gugatan PT di MK ditolak, berarti perjuangan semakin fundamental. Bukan hanya soal cara dominasi partai politik dalam pemilihan presiden, tetapi konstitusi kita secara penuh, agar perbaikan negeri ini tidak parsial,” lanjutnya.
Termasuk mengembalikan kadaulatan rakyat yang diwujudkan melalui Lembaga Tertinggi di negara ini. Dimana semua tertampung di dalamnya, tanpa ada yang ditinggalkan. Karena selain partai politik, ada utusan daerah, ada utusan golongan dan ada unsur TNI-Polri.
“Mereka ini yang harus bermusyawarah mufakat untuk menentukan arah perjalanan bangsa ini. Bukan kita serahkan total kepada Partai Politik saja. Mereka ini pua yang memilih presiden sebagai petugas rakyat. Untuk dilakukan evaluasi setiap tahun kinerjanya, apakah sudah sesuai atau melenceng dari roadmap yang disepakati,” pungkasnya.