Opini
Oleh Goldy Arsyi pada hari Minggu, 02 Feb 2025 - 10:47:07 WIB
Bagikan Berita ini :

Pemberhentian Ubedilah Badrun: Ujian bagi Kebebasan Akademik dan Demokrasi

tscom_news_photo_1738468027.jpeg
(Sumber foto : )

Keputusan pemberhentian akademisi Ubedilah Badrun sebelum masa jabatannya berakhir di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) menuai sorotan publik. Noviar Winanto Meok, seorang aktivis 1998, dalam pernyataannya menyampaikan dukungan penuh kepada Ubedilah dan menilai bahwa keputusan tersebut berpotensi melanggar prinsip keadilan, kebebasan akademik, serta konstitusi.

Sebagai negara hukum, Indonesia menjamin hak setiap warga negara atas kebebasan akademik dan kebebasan berpendapat, sebagaimana tertuang dalam UUD 1945. Noviar menegaskan bahwa pemberhentian akademisi tanpa dasar hukum yang jelas tidak hanya mencederai hak individu, tetapi juga melemahkan demokrasi serta prinsip meritokrasi dalam dunia akademik.

Kebebasan Akademik dalam Konstitusi

Dalam pernyataannya, Noviar mengutip beberapa pasal UUD 1945 yang menjamin kebebasan akademik dan perlindungan hukum bagi warga negara, di antaranya:

1. Pasal 28E ayat (3): Menjamin hak setiap orang untuk berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.


2. Pasal 31 ayat (3): Menegaskan bahwa sistem pendidikan nasional harus berorientasi pada peningkatan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia.


3. Pasal 1 ayat (3): Menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum, sehingga segala tindakan harus berlandaskan pada aturan hukum yang jelas.


4. Pasal 27 ayat (1): Menegaskan bahwa semua warga negara memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum.

Noviar menilai bahwa jika pemberhentian Ubedilah dilakukan tanpa prosedur hukum yang adil, maka tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai bentuk pembungkaman intelektual.

Demokrasi dan Ancaman terhadap Kebebasan Akademik

Dalam konteks demokrasi, perguruan tinggi berperan sebagai ruang kebebasan berpikir dan menyampaikan pendapat secara ilmiah. Oleh karena itu, tindakan yang dianggap sebagai intervensi terhadap kebebasan akademik berisiko merusak ekosistem intelektual yang sehat.

Jika keputusan pemberhentian ini didasarkan pada tekanan politik atau kepentingan tertentu, maka hal tersebut bertentangan dengan semangat reformasi 1998 yang menjunjung tinggi demokrasi, kebebasan berekspresi, dan supremasi hukum.

Seruan untuk Menegakkan Keadilan

Noviar menyerukan kepada komunitas akademik, aktivis, serta masyarakat sipil untuk mengawal kasus ini agar tidak menjadi preseden buruk bagi dunia pendidikan di Indonesia. Ia menegaskan bahwa hukum harus ditegakkan, demokrasi harus dijaga, dan kebebasan akademik tidak boleh dikorbankan demi kepentingan politik atau oligarki.

Kasus Ubedilah Badrun menjadi ujian bagi komitmen Indonesia dalam menjunjung prinsip-prinsip demokrasi dan negara hukum. Apakah dunia akademik masih bisa menjadi ruang bebas bagi kajian kritis dan gagasan independen? Jawaban atas pertanyaan ini akan menentukan arah masa depan kebebasan akademikdiIndonesia.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
RAMADHAN 2025 H ABDUL WACHID
advertisement
DOMPET DHUAFA RAMADHAN PALESTIN
advertisement
RAMADHAN 2025 M HAEKAL
advertisement
DREAL PROPERTY
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Impor Gula vs Penghuni Usus

Oleh Cak AT (Ahmadie Thaha)
pada hari Selasa, 11 Mar 2025
Ah, gula. Barang yang selalu dibela mati-matian oleh pemerintah, seolah-olah negeri ini tak bisa hidup tanpanya. Terbukti, meskipun dulu berjanji hendak mencapai swasembada, toh pemerintah tetap ...
Opini

Rantai Korupsi Tambang Nikel

Indonesia punya segalanya: kekayaan alam melimpah, tenaga kerja murah, dan, tentu saja, kreativitas tanpa batas dalam urusan korupsi. Ambil contoh nikel. Tahun 2023, kita memproduksi 21 juta ton ...