Pidato Prabowo Subianto di Kongres Muslimat NU menarik perhatian publik karena menyoroti berbagai isu strategis, termasuk pemberantasan korupsi dan reformasi birokrasi. Pernyataannya tentang memberi tenggat waktu kepada koruptor untuk mengembalikan uang negara sebelum tindakan hukum diambil mengundang beragam respons, mulai dari optimisme hingga skeptisisme. Artikel ini akan menganalisis lebih dalam tantangan penegakan hukum di Indonesia serta sejauh mana komitmen Prabowo dalam menegakkan supremasi hukum dapat direalisasikan.
---
Komitmen Pemberantasan Korupsi: Ujian Kredibilitas Pemerintahan
Korupsi telah menjadi penyakit kronis yang menghambat pembangunan di Indonesia. Dalam pidatonya, Prabowo menegaskan tekadnya untuk memberantas korupsi dan mengedepankan efisiensi birokrasi. Namun, tantangan utamanya bukan hanya pada kemauan politik, tetapi juga pada keberanian menghadapi kepentingan oligarki yang telah mengakar dalam sistem pemerintahan.
Salah satu langkah konkret yang dapat diambil adalah mendorong RUU Pembuktian Terbalik, yang memungkinkan pejabat publik dan pelaku ekonomi yang diduga melakukan tindak pidana korupsi untuk membuktikan bahwa aset yang mereka miliki diperoleh secara sah. RUU ini telah lama menjadi wacana, tetapi belum pernah mendapatkan dorongan serius dari pemerintah. Jika Prabowo benar-benar berkomitmen pada pemberantasan korupsi, maka inisiatif untuk mengesahkan RUU ini harus dimulai dari dirinya sebagai kepala negara.
Selain itu, Prabowo perlu memastikan bahwa aparat penegak hukum—kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan pengacara—tidak hanya bekerja secara profesional tetapi juga memiliki integritas yang tinggi. Reformasi di sektor ini harus menjadi prioritas, dengan fokus pada peningkatan transparansi, akuntabilitas, dan pemberantasan mafia hukum.
---
Efisiensi Birokrasi: Antara Retorika dan Kenyataan
Dalam pidatonya, Prabowo menyoroti pentingnya efisiensi birokrasi, termasuk pengurangan anggaran perjalanan dinas yang tidak perlu. Ini adalah langkah yang positif, tetapi efisiensi birokrasi tidak hanya soal penghematan anggaran. Yang lebih krusial adalah memastikan bahwa birokrasi dapat bekerja secara efektif tanpa intervensi politik dan kepentingan pribadi.
Indonesia masih menghadapi masalah birokrasi yang lamban, tumpang tindih regulasi, dan budaya "uang pelicin" yang memperlambat pelayanan publik. Jika ingin mewujudkan birokrasi yang efisien, Prabowo harus memastikan bahwa sistem meritokrasi benar-benar diterapkan dalam rekrutmen dan promosi pejabat publik.
Selain itu, reformasi birokrasi harus didukung dengan kepastian hukum bagi dunia usaha. Tanpa kepastian hukum, investor akan ragu untuk menanamkan modalnya, yang pada akhirnya menghambat pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, penguatan regulasi serta penerapan hukum yang tegas terhadap praktik korupsi di sektor perizinan dan investasi harus menjadi prioritas.
---
Tantangan Politik: Antara Kompromi dan Ketegasan
Salah satu tantangan terbesar dalam penegakan hukum di Indonesia adalah kuatnya tarik-menarik kepentingan politik. Dalam pidatonya, Prabowo menegaskan pentingnya persatuan nasional dan menghindari politik "divide et impera." Namun, dalam realitas politik, sering kali kompromi dilakukan demi stabilitas pemerintahan.
Jika Prabowo ingin dikenang sebagai pemimpin yang tegas dalam pemberantasan korupsi dan penegakan hukum, ia harus berani mengambil langkah-langkah tidak populer, termasuk membersihkan kabinetnya dari figur-figur yang memiliki rekam jejak bermasalah.
Dukungan dari parlemen juga menjadi faktor penting. Rekrutmen anggota legislatif yang berkualitas, bukan hanya berbasis popularitas tetapi juga kapabilitas intelektual dan komitmen terhadap kepentingan bangsa, harus menjadi perhatian serius. Tanpa parlemen yang kompeten dan bersih, sulit bagi pemerintah untuk menerapkan kebijakan yang berorientasi pada kepentingan rakyat.
---
Kesimpulan
Pidato Prabowo di Kongres Muslimat NU menegaskan komitmennya terhadap pemberantasan korupsi dan efisiensi birokrasi. Namun, tantangan terbesar adalah bagaimana komitmen ini dapat direalisasikan dalam kebijakan konkret.
Jika Prabowo ingin menjadikan pemerintahannya sebagai momentum perbaikan hukum di Indonesia, ia harus mengambil langkah-langkah nyata, termasuk:
1. Mendorong RUU Pembuktian Terbalik sebagai instrumen pemberantasan korupsi.
2. Melakukan reformasi total di sektor penegakan hukum (kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan pengacara).
3. Menjamin kepastian hukum bagi dunia usaha, sehingga iklim investasi dapat tumbuh dengan baik.
4. Menjaga independensi dan kredibilitas birokrasi, tanpa intervensi politik dan kepentingan oligarki.
5. Memastikan bahwa kabinet dan parlemen diisi oleh individu yang berintegritas dan kompeten.
Pada akhirnya, publik akan menilai kepemimpinan Prabowo bukan dari pidatonya, tetapi dari hasil nyata dalam memperbaiki sistem hukum dan memberantas korupsi. Retorika yang kuat harus diikuti dengan aksi yang nyata—karena hanya dengan itulah Indonesia dapat keluar dari bayang-bayang korupsi dan ketidakpastian hukum yang selama ini menghambat kemajuanbangsa.
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #