Setiap pergantian kepemimpinan selalu membawa harapan. Pemimpin baru sering kali muncul dengan gagasan segar, janji perubahan, dan komitmen untuk memperbaiki keadaan. Namun, kenyataan politik menunjukkan bahwa perubahan tidak semudah membalikkan tangan. Struktur kekuasaan lama yang telah mengakar, baik di birokrasi, lembaga hukum, maupun parlemen, sering kali menjadi penghambat utama dalam mewujudkan visi kepemimpinan baru.
Artikel ini berusaha mengulas secara objektif tantangan yang dihadapi pemimpin baru di Indonesia, dengan mempertimbangkan konteks politik, hukum, dan birokrasi yang ada.
Jaringan Kekuasaan Lama dan Status Quo
Dalam sejarah politik Indonesia, pergantian kepemimpinan nasional sering kali tidak serta-merta membawa perubahan struktural yang signifikan. Pemimpin baru kerap dihadapkan pada dilema: antara menjaga stabilitas politik dengan merangkul aktor lama atau melakukan reformasi radikal yang berisiko menimbulkan perlawanan.
Beberapa faktor yang menyebabkan sulitnya reformasi struktural di Indonesia antara lain:
1. Birokrasi yang Masih Rentan terhadap Nepotisme dan Korupsi
– Meskipun berbagai upaya reformasi birokrasi telah dilakukan, praktik nepotisme dan jual-beli jabatan masih terjadi. Pergantian pemimpin sering kali hanya menghasilkan rotasi pejabat tanpa perubahan sistemik yang mendukung transparansi dan akuntabilitas.
2. Penegakan Hukum yang Belum Konsisten
– Sektor hukum, terutama kepolisian, kejaksaan, dan peradilan, masih menghadapi tantangan dalam menegakkan supremasi hukum secara independen. Kasus-kasus besar sering kali berakhir dengan kompromi politik atau intervensi kekuasaan.
3. Dominasi Oligarki dalam Politik
– Sistem politik Indonesia masih sangat dipengaruhi oleh kelompok elite yang memiliki sumber daya besar. Mereka dapat memengaruhi kebijakan publik dan menekan pemimpin baru agar tidak melakukan perubahan yang merugikan kepentingan mereka.
Pelajaran dari Negara Lain: Apa yang Bisa Diterapkan?
Beberapa negara telah berhasil melakukan reformasi radikal dengan mengatasi tantangan serupa. Beberapa contoh yang relevan adalah:
Georgia (Reformasi Kepolisian)
Presiden Mikheil Saakashvili (2004-2013) membubarkan kepolisian lalu lintas yang terkenal korup dan menggantinya dengan personel baru yang direkrut melalui seleksi ketat. Pendekatan ini berhasil mengurangi tingkat korupsi secara signifikan.
Polandia (Reformasi Peradilan)
Sejak 2015, pemerintah Polandia melakukan reformasi peradilan besar-besaran dengan merombak sistem pengangkatan hakim dan jaksa. Namun, pendekatan ini menuai kritik karena dinilai terlalu politis dan mengancam independensi peradilan.
Meksiko (Pembersihan Institusi dari Pengaruh Kartel Narkoba)
Pemerintah Meksiko melakukan pembersihan besar-besaran terhadap kepolisian yang terinfiltrasi oleh kartel narkoba. Langkah ini berhasil menekan tingkat kejahatan, tetapi juga menimbulkan ketegangan dengan aktor-aktor yang merasa dirugikan.
Indonesia dapat mengambil pelajaran dari negara-negara ini, tetapi perlu menyesuaikannya dengan kondisi sosial-politik yang ada. Reformasi harus dilakukan secara bertahap dengan tetap menjaga stabilitas nasional.
Solusi untuk Indonesia: Langkah yang Harus Ditempuh
Agar pemimpin baru tidak terjebak dalam jaringan kekuasaan lama, beberapa langkah strategis harus dilakukan:
1. Memperkuat Penegakan Hukum dengan Reformasi Kelembagaan
– Reformasi di sektor kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan harus dilakukan dengan memastikan seleksi pejabat yang berbasis profesionalisme, bukan kepentingan politik.
– RUU Pembuktian Terbalik dapat menjadi instrumen hukum yang efektif dalam pemberantasan korupsi, asalkan diterapkan dengan prinsip keadilan dan tidak menjadi alat politik.
2. Menata Ulang Sistem Rekrutmen ASN dan Birokrasi
– Proses seleksi pejabat negara harus lebih transparan dan berbasis meritokrasi, bukan sekadar bagi-bagi jabatan berdasarkan loyalitas politik.
– Pembentukan lembaga pengawasan independen untuk menilai kinerja birokrasi secara objektif.
3. Menata Sistem Politik agar Lebih Demokratis dan Berorientasi pada Kepentingan Publik
– Reformasi sistem pemilu untuk memastikan bahwa parlemen diisi oleh figur-figur yang kompeten, bukan hanya populer atau memiliki modal besar.
– Transparansi dalam pendanaan partai politik untuk mengurangi ketergantungan terhadap oligarki.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa, pemimpin baru di Indonesia selalu menghadapi tantangan besar dalam mewujudkan perubahan. Struktur kekuasaan lama yang masih kuat sering kali menjadi penghambat utama dalam menjalankan agenda reformasi.
Namun, jika pemimpin baru memiliki keberanian untuk melakukan pembedahan besar secara terukur dan bertahap, Indonesia masih memiliki peluang untuk keluar dari cengkeraman status quo. Reformasi hukum, birokrasi, dan politik harus menjadi prioritas agar pemerintahan yang baru benar-benar membawa perubahan nyata bagi rakyat.
Sejarah telah membuktikan bahwa perubahan tidak akan terjadi dengan sendirinya. Diperlukan kepemimpinan yang kuat, sistem yang transparan, dan dukungan luas dari masyarakat untuk memastikan bahwa perubahan bukan hanya janji kampanye, tetapi menjadi realitasyangterwujud.
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #