JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --DPR RI hari ini mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan (RUU P2MI) sebagai RUU inisiatif DPR. RUU yang diinisiasi Badan Legislasi (Baleg) ini dianggap perlu untuk menjamin perlindungan pekerja migran Indonesia di luar negeri.
“RUU P2MI ini prinsipnya adalah kehadiran negara dalam memberikan perlindungan bagi pekerja migran di luar negeri. Jadi sebagai bentuk perlindungan hak konstitusional warga negara,” kata Anggota Baleg DPR RI, Ahmad Irawan, Kamis (20/3/2025).
Adapun hak konstitusional itu merupakan amanat UUD 1945 yang mengatur bahwa negara wajib melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia serta jaminan bagi semua warga Indonesia bekerja dan mendapatkan penghidupan yang layak.
Guna mengakomodir hal tersebut, Irawan mengatakan Baleg DPR mendorong adanya revisi UU P2MI. Revisi UU P2MI juga dibutuhkan mengingat saat ini Pemerintah di bawah Presiden Prabowo Subianto telah membentuk nomenklatur kementerian baru yang khusus mengurusi pekerja migran yaitu Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI).
"Itu artinya bahwa sebenarnya Presiden pun fokus dan concern terhadap perlindungan pekerja migran ini dengan adanya dibentuk satu kementerian khusus baru," ujarnya.
Selain untuk memperkuat kewenangan Kementerian P2MI, RUU ini juga akan membahas pentingnya beberapa hal yang diatur demi memaksimalkan perlindungan negara kepada pekerja migran Indonesia. Termasuk dengan usulan pembentukan kantor perwakilan PMI di luar negeri yang selama ini hanya ada atase ketenagakerjaan (atnaker) saja.
"Salah satu bentuk penguatan perlindungannya adalah, ke depan Kementerian Pekerja Migran membentuk kantor perwakilan di negara-negara yang memiliki banyak pekerja migran kita di sana," terang Irawan.
Kantor perwakilan P2MI ini akan memiliki wewenang untuk mengurus segala persoalan PMI, termasuk memberikan bantuan dan perlindungan langsung bagi pekerja migran yang memiliki masalah di negara tempatnya bekerja. Irawan juga menyebut dibutuhkan ketentuan khusus terkait hal ini.
“Penting adanya penambahan norma terkait pendampingan, mediasi, advokasi pemberian bantuan hukum kepada pekerja migran Indonesia oleh Pemerintah Pusat dan/atau Perwakilan Republik Indonesia serta Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI),” ucapnya.
RUU P2MI juga akan mengatur perubahan struktural dan transformasional terkait dengan permasalahan yang dihadapi oleh PMI. Mulai dari sebelum berangkat, selama bekerja, dan ketika kembali lagi ke Indonesia sebagai proses reintegrasi dengan masyarakat.
Lebih lanjut, Irawan mengatakan tujuan RUU P2MI ini juga untuk mengurangi pekerja-pekerja imigran ilegal.
"Nah, permasalahan kita mengenai PMI itu adalah banyak pekerja migran ilegal, baik tidak tercatat, tidak terdata, maupun tidak terdokumentasi gitu, atau tidak memenuhi persyaratan-persyaratan. Apakah itu mengenai visa atau dokumen persyaratan lain,” sebutnya.
"RUU ini akan memberikan kemudahan dengan mempermudah persyaratan PMI sebelum berangkat, jadi pengurusan-pengurusan dokumen persyaratan dengan single authority di Kementerian P2MI," lanjut Irawan.
RUU P2MI juga diharapkan dapat mengurangi kasus-kasus scam atau penipuan yang belakangan kerap terjadi di mana banyak WNI berangkat ke luar negeri secara ilegal karena iming-iming gaji besar, namun justru malah dieksploitasi hingga disekap dan disiksa oleh pemberi kerja. Kasus ini banyak ditemukan di Myanmar, Thailand, dan negara-negara sekitarnya.
Untuk itu, kemudahan persyaratan bagi PMI akan diatur pada RUU P2MI demi mengurangi banyaknya warga Indonesia yang nekat berangkat ke luar negeri dengan jalur informal. Kemudian, kata Irawan, RUU P2MI juga mengatur tentang penguatan pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan yang merekrut PMI.
“Jadi kita tahu penerima pekerja migran di sana itu perusahaan bergerak di bidang apa. Jangan sampai mereka berangkat ke sana ternyata perusahaannya judi online atau perusahaan rekrutmen warrior, untuk tenaga perang di Ukraina dll. Rekrutmen kaya gitu kan banyak di luar negeri,” paparnya.
Baleg DPR pun, kata Irawan, juga ingin memperkuat kerangka kerjasama, seperti government to government (G to G) dan business to business (B to B). Terlebih, pemerintah baru saja mencabut moratorium pengiriman PMI ke Arab Saudi.
"Misalnya, kalau PMI ke Arab Saudi, perusahaan penerima PMI harus jelas gitu loh. Jadi nggak orang per orang lagi, nggak people to people lagi," tutur Irawan.
Di sisi lain, Irawan menyoroti banyaknya calon pekerja migran yang seringkali berhadapan dengan rentenir untuk membiayai pengurusan dokumen ke luar negeri atau persiapan-persiapan lainnya yang dibutuhkan PMI, seperti kursus bahasa atau pelatihan kompetensi yang dibutuhkan di negara tujuannya.
“Biasanya untuk persiapan ke luar negeri bisa Rp60-80 juta bahkan ada yang ratusan juta sampe jual sawah atau tanah, terus sudah gitu, ada juga yang gagal berangkat. Kan kasian," ungkap Legislator dapil Jawa Timur V itu.
Untuk itu, Irawan menyebut fraksinya yakni Fraksi Golkar sebagai salah satu inisiator RUU P2MI mengusulkan adanya bantuan permodalan bagi calon PMI melalui akses kredit usaha rakyat (KUR). Pinjaman melalui KUR ini bisa dibayarkan melalui cicilan.
"Jadi ketika dia bekerja, dia bisa membayar angsuran atau cicilannya. Mereka bisa menggunakan akses KUR itu untuk membayar, misalnya biaya kursus, biaya pelatihan, terus pembuatan paspor, urus visa, macam-macam," sebut Irawan.
“Langkah ini perlu dilakukan untuk mengurangi beban biaya pemberangkatan dan pelatihan sebelum berangkat ke luar negeri. Akses KUR dapat menghindari pekerja migran terhindar dari jeratan utang para rentenir,” tutupnya.