JAKARTA, TEROPONGSENAYAN.com - Di tengah semangat pembangunan dan modernisasi yang melanda negara-negara berkembang, ada bahaya laten yang kerap luput dari perhatian: jebakan relasi ekonomi global yang timpang, di mana negara-negara maju—yang kini tampil sebagai donor dan investor—sesungguhnya sedang mempraktikkan bentuk baru dari penjajahan.
Bentuk Baru Penjajahan: Diplomasi Utang dan Intervensi Kebijakan
Hari ini, penjajahan tak lagi hadir dalam bentuk invasi militer atau pendudukan fisik. Ia menjelma melalui mekanisme pinjaman luar negeri yang menyimpan jebakan sistemik. Negara maju dan lembaga-lembaga keuangan internasional menawarkan dana pembangunan dengan bunga rendah, namun dengan syarat-syarat yang mengekang kedaulatan negara penerima.
Dari privatisasi aset strategis, deregulasi pasar, hingga pembukaan keran ekspor sumber daya alam tanpa kendali, semua menjadi bagian dari paket pinjaman yang tampak menarik di permukaan, tapi sejatinya mengikat dan menekan.
Negara Maju Tak Punya SDA, tapi Kaya Raya—Kenapa?
Negara-negara maju seperti Jepang, Korea Selatan, dan beberapa negara Eropa tidak dianugerahi kekayaan sumber daya alam seperti Indonesia atau negara-negara Afrika. Namun mereka mampu menjelma menjadi kekuatan ekonomi dunia. Kuncinya terletak pada penguasaan teknologi, modal, dan kontrol atas mekanisme globalisasi. Sementara negara-negara berkembang, meskipun kaya akan tambang, minyak, atau kehutanan, justru kerap terjebak dalam utang, ketimpangan, dan kerentanan ekonomi.
Inilah paradoks global: yang tidak punya SDA memanfaatkan kelemahan pengelolaan negara yang kaya SDA. Yang tak punya tanah subur, justru menguasai rantai pasok pangan dunia. Yang tak punya tambang, malah mengatur harga nikel dan emas dunia.
Indonesia Harus Waspada dan Bertindak Strategis
Sebagai bangsa besar dengan kekayaan alam melimpah, Indonesia tidak boleh lagi menjadi pasar bagi negara maju yang menyamar sebagai investor atau donor. Kita harus membangun kekuatan fiskal dan moneter nasional, mengutamakan pembiayaan dalam negeri, serta selektif dalam menerima pinjaman luar negeri.
Pemerintahan ke depan perlu menempatkan kedaulatan ekonomi sebagai fondasi utama pembangunan. Hilirisasi sumber daya alam bukan semata pilihan ekonomi, tapi langkah strategis untuk keluar dari jebakan negara pengekspor mentah yang dikendalikan harga global.
Penutup: Jebakan Lama dalam Bungkus Baru
Sebagai anggota DPR RI dan bagian dari ekosistem kebijakan nasional, saya merasa bertanggung jawab untuk menyuarakan realitas ini. Penjajahan hari ini hadir dengan cara yang lebih halus tapi tak kalah mematikan. Jika kita tidak cermat, kita akan kehilangan kendali atas masa depan kita sendiri, bukan karena perang, tapi karena utang.
Indonesia harus berdiri tegak di atas kaki sendiri—mengelola kekayaan alamnya dengan bijak, memanfaatkan diplomasi luar negeri dengan kecerdasan geopolitik, dan menjaga agar setiap keputusan ekonomi selalu berpihak pada kedaulatan nasional.
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #