Oleh Ariady Achmad pada hari Jumat, 01 Agu 2025 - 11:19:15 WIB
Bagikan Berita ini :

Abolisi dan Amnesti: Ketika Presiden Harus Memulai Inisiatif

tscom_news_photo_1754021955.jpeg
Presiden Prabowo Subianto, Tom Lembong, dan Hasto (Sumber foto : Istimewa)

TEROPONGSENAYAN.COM, Jakarta - "Keadilan tak selalu harus diminta. Dalam situasi tertentu, negara—melalui Presiden—harus tahu kapan harus memberikannya."

Itulah esensi dari konstitusi kita yang memberi Presiden Republik Indonesia kewenangan untuk memberikan amnesti dan abolisi. Kewenangan ini tak semata reaktif terhadap permintaan terdakwa, melainkan juga bisa dan harus proaktif ketika negara menghadapi situasi krisis hukum, politik, atau keadilan substantif.

Akar Konstitusional Kewenangan Presiden

Pasal 14 ayat (2) UUD 1945 secara tegas menyebut:

> “Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.”

Artinya, dalam sistem presidensial kita, Presiden memiliki hak inisiatif penuh untuk mengusulkan pemberian amnesti (penghapusan akibat hukum pidana) dan abolisi (penghentian proses hukum), baik terhadap individu maupun kelompok.

Tidak ada satu frasa pun dalam konstitusi yang menyaratkan bahwa pemberian amnesti atau abolisi harus diajukan terlebih dahulu oleh terdakwa. Sebab, tujuan utama dari dua instrumen ini adalah kepentingan negara secara luas, bukan semata kepentingan pribadi si terdakwa.

Presiden Tidak Perlu Menunggu

Banyak kasus terjadi di mana ketidakadilan prosedural, kriminalisasi, atau bahkan rekayasa hukum telah menjerat individu-individu tertentu—entah karena alasan politis, teknokratis, atau struktural. Dalam keadaan demikian, Presiden tidak perlu menunggu terdakwa “memohon belas kasih hukum”. Negara wajib hadir lebih dulu.

Presiden bisa dan seharusnya:

Melihat konteks sosial-politik dan dampak kasus terhadap integrasi sosial.

Meminta pertimbangan dari Dewan Pertimbangan Presiden, Menko Polhukam, hingga Menkumham.

Lalu mengajukan permohonan resmi ke DPR RI untuk mendapatkan persetujuan konstitusional.


Langkah ini pernah ditempuh Presiden SBY saat memberikan amnesti dan abolisi kepada anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 2005 sebagai bagian dari rekonsiliasi nasional. Juga dilakukan Presiden Jokowi pada kasus Baiq Nuril, meski saat itu ada permohonan pribadi, inisiatif datang dari kekuatan moral publik dan respons cepat Presiden.

Jika Ditolak, Apa Konsekuensinya?

Jika DPR menolak permohonan Presiden, maka:

Proses hukum terhadap terdakwa tetap berjalan.

Presiden harus menghormati keputusan politik DPR sebagai bentuk kontrol dalam negara demokrasi.


Namun, penolakan tersebut tidak menjatuhkan wibawa Presiden, karena niat pemberian abolisi/amnesti bukanlah intervensi hukum, melainkan langkah korektif politis demi keadilan dan kemaslahatan nasional.

Penutup: Negara Jangan Tuli terhadap Nurani

Dalam negara hukum yang demokratis, hukum tidak boleh menjadi alat pembalasan atau kekuasaan. Di atas hukum tertulis, ada keadilan substantif. Di atas prosedur, ada hati nurani bangsa.

Ketika individu menjadi korban situasi politik yang tidak adil, ketika sistem peradilan gagal memberikan perlindungan yang semestinya, Presiden tidak boleh diam. Ia harus menggerakkan mekanisme konstitusional yang ada: amnesti dan abolisi—meskipun terdakwa tak pernah memintanya.

Inilah saatnya Presiden berdiri di depan, bukan menunggu di belakang.

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
thejoint
advertisement
KURBAN TS -DD 2025
advertisement
We Stand For Palestinian
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Lainnya
Opini

MEMBACA ABOLISI TOM LEMBONG

Oleh Faidal Bintang
pada hari Jumat, 01 Agu 2025
TEROPONGSENAYAN.COM - Jakarta, Presiden Prabowo Subianto membuka lembaran baru dalam sejarah hukum Indonesia dengan memberikan amnesti kepada Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada Thomas Trikasih ...
Opini

GEMPA POLITIK DI SOLO: PRABOWO, AMNESTI, DAN TAFSIR BARU HUBUNGAN DENGAN PDIP

Dari Surat Presiden ke Getaran Politik Pada 30 Juli 2025, Presiden Prabowo Subianto mengirim dua Surat Presiden (Surpres) kepada DPR RI: Surpres Nomor R‑42/Pres/07/2025 tentang pemberian ...