JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Pelarangan sholat Idul Fitri yang dilanjutkan dengan perusakan dan pembakaran masjid oleh sekelompok orang di Tolikara, Papua pada Jumat (17/7/2015) dinilai telah merusak tatanan kehidupan umat beragama di Indonesia. Demikian menurut Advokat dan Sekjen SNH Advocacy Center Harry Kurniawan, Sabtu (18/7/2015).
Padahal, menurut Harry, pasal 28 E ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945 dan Pasal 22 UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, sudah secara tegas memberikan jaminan kebebasan bagi setiap warga negara untuk memeluk agama dan beribadat menurut agamanya tersebut.
Harry melanjutkan, pelarangan dan perusakan rumah ibadah merupakan kejahatan yang dapat dihukum berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Menurutnya, ketentuan Pasal 156 a KUHP yang dihubungkan dengan Pasal 4 Penetapan Presiden No.1/PNPS Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama, telah mengatur secara jelas bahwa segala bentuk penodaan terhadap agama di Indonesia dapat diancam hukuman penjara. Begitupula, perbuatan melarang, merintangi, atau menghalang-halangi segala bentuk upacara keagamaan juga dapat dihukum menurut ketentuan Pasal 175 KUHP.
“Untuk kejahatan Pasal 156a KUHP diancam hukuman penjara 5 tahun, sementara untuk kejahatan Pasal 175 diancam hukuman penjara 1 tahun 4 bulan,” ujarnya.
Harry menambahkan, insiden Tolikara ini merupakan kasus sensitif yang harus segera diselesaikan secara serius oleh pemerintah dan aparat kepolisian.
“Kasus ini harus dituntaskan setuntas-tuntasnya dan para pelakunya harus segera ditangkap dan dihukum sesuai perbuatannya”, pungkas Harry. (mnx)