JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan bahwa untuk memeriksa anggota DPR, aparat penegak hukum harus meminta izin kepada presiden.
Menanggapi hal itu, pihak Polri menyatakan akan mempelajari putusan tersebut.
"Sebenarnya permasalahan itu sudah ada ketentuan dan keputusannya. (Salah satunya) surat edaran MA Nomor 9 Tahun 2009 (tentang pemeriksaan anggota DPR, DPD, MPR, dan kepala daerah)," kata Karo Penmas Polri Brigjen Agus Rianto di Mabes Polri, Jumat (25/9/2015).
Inti dari surat itu adalah memberi tenggat 60 hari bagi presiden untuk mengeluarkan izin pemeriksaan. Jika melewati batas dua bulan itu, penyidik Polri dapat melakukan proses pemeriksaan tanpa harus menunggu izin presiden.
"Apabila tidak ada tindak lanjut (izin) maka penyidik bisa melakukan (pemeriksaan), bagaimana keputusan MK apakah sama seperti itu atau tidak, saya belum tahu. Kalau ada perbedaan, kita lihat," terang Agus.
Untuk itu, Polri akan mempelajari putusan MK itu sebelum menentukan sikap supaya tidak salah langkah dan menabrak undang-undang (UU).
Diketahui, Perkumpulan Masyarakat Pembaruan Peradilan Pidana yang menggugat Undang-undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
Pasal yang digugat adalah tentang pemeriksaan dan pemanggilan anggota dewan oleh penegak hukum harus melalui izin Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
MK memutuskan mengabulkan sebagian gugatan itu. MK memutuskan mencabut pasal pemeriksaan harus dengan izin MKD. Namun, MK menyatakan pemanggilan anggota dewan harus mendapat izin presiden.
Untuk anggota DPRD yang tersangkut pidana pemeriksaan harus dengan izin Kementerian Dalam Negeri. Sedangkan untuk tingkat DPRD kabupaten/kota harus mendapat izin dari gubernur.(yn)