JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Pengacara senior Yusril Ihza Mahendra menyatakan, keputusan pemerintah dalam hal ini Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) terkait penonaktifan terhadap 243 Perguruan Tinggi sebagai tindakan brutal dan terburu-buru.
Pasalnya, Kemenristek Dikti dalam surat edarannya tidak menyertakan dasar hukum yang jelas dan tidak melakukan tindakan sesuai prosedur.
"Jika pun ada indikasi pelanggaran atau apapun, mestinya pemerintah memberikan pembinaan terlebih dahulu. Kalau bandel, diperingati beberapa kali tetap tidak bisa, baru dinonaktifkan." kata Yusril di Jakarta, Senin (5/10/2015).
"Bukan malah membredel seenaknya begitu. Kalau begitu pemerintah tidak tahu terima kasih," cetus Yusril.
Kemenristek Dikti, kata Yusril, mestinya bersyukur dan berterima kasih kepada ribuan kampus swasta yang selama ini telah membantu meringankan pemerintah dalam memenuhi pendidikan.
Ia menjelaskan, pada dasarnya pendidikan merupakan tanggung jawab semua pihak meski secara khusus pemerintah mendapatkan mandat untuk menyelenggarakan pendidikan.
Karena itu, ia mengingatkan agar pemerintah berhati-hati dalam setiap mengambil kebijakan yang pada prinsipnya demi memajukan pendidikan di Indonesia.
Dengan peran ribuan kampus swasta, tentu dapat membantu meringankan beban pemerintah dalam memenuhi kewajiban menyediakan pendidikan anak bangsa.
Sebagai betuk terima kasih pemerintah, Kemenristek Dikti tidak seharusnya memperlakukan kampus swasta dengan begitu kejam. Menurutnya, semua yang membelit kampus swasta harus dibantu carikan solusi dan pembenahannya.
”Pendidikan merupakan tanggung jawab semua pihak. Mustahil pemerintah bisa melaksanakan tugas untuk membangun dunia pendidikan sendirian karena pendidikan itu sangat kompleks," pesan Yusril. (mnx)