JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam, Rizal Ramli menuding PT Freeport Indonesia rakus (greedy) mengeruk emas dari Papua. Sebaliknya perusahaan asal Amerika itu dinilai tak perduli kemiskinan yang dialami warga Papua.
"Karena 'greedy' (Freeport-red), enggak mau bayar (royalty 1 %-red) ditambah payung hukum di kita lemah. Padahal di negaranya sendiri, kalau merusak lingkungan hidup seperti di Teluk Meksiko, bayar dendanya puluhan miliar dolar AS," kata Rizal, Kamis (8/10/2015).
Padahal, papar Rizal, PT Freeport Indonesia merupakan salah satu dari tiga tambang emas dan tembaga terbesar di dunia yang beroperasi di Papua, Indonesia. Namun rakyat Papua tetap dalam kemiskinan yang memprihatinkan.
"Tapi rakyatnya sangat miskin karena Freeport hanya bayar royalti 1 persen untuk emas. Di seluruh dunia, royalti emas itu 6-7 persen," ujar Rizal Ramli yang juga pernah menjadi menteri pada era Presiden KH Abdurrahman Wahid ini.
Rizal juga mengungkapkan perusahaan tambang itu seenaknya membuang limbah galian yang mengandung merkuri ke sungai sekitar hingga ikan-ikannya mati. Padahal tak sulit memproses limbah supaya tidak mencemari lingkungan.
Menurut Rizal Freeport adalah salah satu contoh penguasaan mineral milik bangsa Indonesia oleh pihak asing. Selain Freeport masih banyak perusahaan asing lainnya yang menguasai sumber daya alam di Indonesia.
"Kita dikasih kesempatan emas dalam bentuk mineral; tembaga, emas, batu bara, nikel dan timah. Sayangnya itu semua, kecuali batu bara, kebanyakan dikuasai asing dalam bentuk Kontrak Karya," kata dia.
Menurut dia, cadangan emas dan tembaga Indonesia yang kini dikuasai perusahaan asing itu mencapai hingga 30-40 tahun. Di sisi lain, banyak pula Kontrak Karya yang akan selesai dalam lima hingga 10 tahun lagi.
"Itulah kesempatan (saat Kontrak Karya berakhir-red) di mana negara bisa mengulang sejarah agar sumber daya mineral bisa memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi rakyat dan bangsa Indonesia," papar Rizal.(ris)