JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Wacana penerapan pengampunan pajak (tax amnesty) banyak dipersepsikan negatif oleh sebagian besar publik.
Wakil Komisi VI DPRRI dari Fraksi Gerindra Heri Gunawan menyampaikan hal itu kepada TeropongSenayan di Jakarta, Minggu (11/10/2015).
"Dalam proposal Dirjen Pajak tertulis bahwa pelaku kejahatan keuangan dapat membayar 10-15% pajak untuk aset yang dibawa pulang ke dalam negeri. Untuk diketahui, di Singapura saja, diperkirakan sekitar Rp 3.000 triliun aset yang "parkir" di sana. Itu baru di Singapura, belum di negara yang lain," ujar Heri.
Menurutnya, pengampunan pajak itu justru dipandang publik sebagai alasan pemerintah lantaran tidak mampu lagi menggenjot penerimaan pajak.
"Untuk diketahui, pemerintah telah menargetkan penerimaan pajak yang ambisius (sebesar Rp 1.489 triliun, red) di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi dan membesarnya defisit APBN. Namun, sampai hari ini, realisasinya masih sangat rendah dari proporsi GDP," paparnya.
Heri mempertanyakan efektivitas langkah pemerintah yang akan menerapkan kebijakan pengampunan pajak. Pasalnya, hal itu belum tentu otomatis dipatuhi oleh wajib pajak.
"Kita tahu, lewat kebijakan ini diharapkan jumlah wajib pajak, termasuk subyek dan obyek pajak dari dana-dana yang di "parkir” di luar negeri bisa meningkat. Tapi, pengalaman menunjukkan bahwa pengampunan pajak kurang efektif hasilnya," ucapnya.
Implementasi pengampunan pajak ini, tambahnya, bisa dianggap kebijakan yang tidak adil oleh wajib pajak yang lain.
"Kalau pelaku kejahatan di luar negeri bisa diampuni, kenapa yang lain tidak? Untuk diketahui, sekitar 15 juta perusahaan di Indonesia, hanya 26,67 persen atau sekitar 400 ribu yang patuh membayar pajak. Apakah mereka diberi pengampunan juga? Ini kan menjadi celah yang justru jadi "blunder" dalam rangka peningkatan penerimaan pajak," ungkap Heri.(yn)