Mendarat di Pyongyang adalah kemewahan. Saya yang sebenarnya tidak hobi traveling sangat senang begitu sampai di Pyongyang. Bukan disebabkan lawatan dan bayangan plesiran yang memuaskan mata, tetapi oleh karena rasa penasaran dan rasa ingin tahu.
Mendarat setengah lima sore kami segera diantar ke hotel. Tidak banyak yang saya amati di perjalanan. Saya ingin segera ke kamar mandi dan sholat. Karena kami berangkat jam 12 malam hari sebelumnya. Padahal, jam enam sore kami sudah diagendakan pertemuan di KBRI. Jadi hanya ada waktu satu jam lebih sedikit untuk melunasi segala urusan di awal kedatangan.
Keesokan harinya, di sela-sela perjalanan menuju musoleum dan gedung parlemen, saya mengamati dengan seksama. Saya amati bentuk rumah, transportasi masal, polisi lalu lintas, kondisi jalan dan segala hal yang mampu ditangkap oleh mata. Tidak lupa saya mendokumentasikan sebatas yang saya bisa.
Sepanjang jalan dan di tempat pemberhentian saya mencari tempat sampah. Di hotel tempat saya menginap, di jalan, di mosoleum dan di gedung parlemen susah sekali mencari tempat sampah di tempat terbuka.
Di Lobby hotel saya ingin membuang selembar tisu yang saya gunakan, saya mencari tempat sampah di sekitar tetapi tidak menemukan. Akhirnya dengan sangat terpaksa saya masukkan ke tas tentengan. Apakah Pyongyang menjadi Kumuh karena sangat jarang tempat sampah? Sama sekali tidak.
Tempat sampah susah dicari, tetapi tidak ada sampah berserakan. Bagi saya ini sangat mengherankan. Di negeri kita yang punya slogan anadhofatu minal iman, dan tempat sampahnya berada dimana-mana, sampah-sampah menggunung dengan bau tak sedap menusuk hidung. Di negeri kita orang membuang sampah sering tidak ke tempat sampah tetapi disampingnya.
Pyongyang adalah sebuah kota yang sangat bersih sejauh yang mampu saya lihat. Jika kita mampu menemukan sampah berserakan, berarti kita sedang beruntung karena bisa mengenang kampung halaman. Dan sayangnya, saya belum beruntung. Saya bertanya-tanya kemana ribuan orang membuang sampahnya?
Pertanyaan saya sehari itu belum terjawab. Kemana orang membuang sampahnya? Baru hari berikutnya saya menemukan jawaban karena ada orang yang merokok di sebuah taman. Lalu saya bertanya kepada kawan serombongan. Kemana mereka membuang puntung rokok? Kawan saya menjawab : “tadi saya melihat orang mematikan rokok lalu memasukkan puntung rokok ke dalam sakunya.”(*)
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #sarmuji #dpr #rakyat #pyongyang