Data tersebut dikumpulkan oleh Tell MAMA (Measuring Anti-Muslim Attacks), organisasi nonpemerintah yang mengadvokasi korban-korban serangan anti-Islam.
"Secara keseluruhan kami mencatat 115 insiden serangan terhadap Muslim di Inggris pada pekan setelah serangan di Paris. Jika dibandingkan dengan data mingguan kami, maka terjadi kenaikan sekitar 300%," kata Iman Abou Atta, wakil direktur Tell MAMA kepada BBC Indonesia, hari Rabu (25/11).
Sebagian besar serangan ini berupa ancaman dan makian kebencian (hate crime) yang diarahkan kepada warga Muslim di Inggris.
Iman Abou Atta menjelaskan korban biasanya adalah wanita Muslim yang mengenakan jilbab yang berada di tempat-tempat umum atau ketika menggunakan transportasi umum seperti bus dan kereta.
"Di hampir semua insiden yang kami catat, pelaku biasanya menyebut korban sebagai teroris," kata Iman Abou Atta.
Proses hukum
Sejumlah pihak mengatakan angka sebenarnya kemungkinan besar lebih tinggi karena banyak korban serangan anti-Islam enggan untuk melapor.
Tell MAMA mencatat serangan terhadap anggota komunitas Muslim di Inggris naik setelah terjadi peristiwa yang dikaitkan dengan Muslim dan Islam, seperti pembunuhan tentara Inggris Lee Rigby di London tenggara pada 2013 dan serangan terhadap majalah Charlie Hebdo di Paris pada awal 2015.
Seorang wanita Muslim asal Indonesia di London, Luluk, mengatakan dirinya sudah memperkirakan yang terburuk begitu mengetahui ada serangan di Paris pada 13 November.
"Saya pernah dimaki-maki, pernah diludahi, pernah hampir dipukul, pernah diteriaki sebagai teroris," kata Luluk, mengacu ke perlakukan yang ia terima setelah serangan 11 September 2001 di Amerika Serikat dan serangan bom di London pada Juli 2005.
"Saya sempat khawatir, tapi serahkan semuanya ke Allah," katanya.
Tell MAMA mengatakan sejumlah insiden makian atau ancaman kebencian yang dilaporkan sudah diproses oleh polisi. (iy/bbc)