JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Terkuaknya skandal persekongkolan perpanjangan kontrak karya Freeport dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang melibatkan Dirut PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin, Ketua DPR Setya Novanto dan pengusaha Riza Chalid sebetulnya bukan hal baru.
Mantan anggota Tim Anti-Mafia Migas Fahmy Radhi mengungkapkan, persekongkolan serupa seperti itu sebetulnya pernah terjadi pada 1991 di bawah rezim orde baru.
Konon, pada saat diputuskan perpanjangan Freeport, pejabat setingkat menteri dan pengusaha beserta kroni-kroninya mendapat pembagian sejumlah saham dari PT Freeport Indonesia.
"Namun tidak berapa lama kemudian, saham tersebut dijual kembali kepada PT Freeport Indonesia. Adanya persekongkolan yang membagikan saham, yang seharusnya merupakan saham jatah negara," kata Fahmy dalam diskusi bertajuk 'Keniscayaan Nasionalisasi Dibalik Sengkarut Freeport' di Warung Komando, Tebet, Jakarta, Minggu (13/12/2015).
Selain itu, Fahmy mengatakan kalau persengkongkolan 'Papa Minta Saham' tidak terkuak, maka kontrak karya Freeport dipastikan telah diperpanjang tahun ini, sebelum berakhir pada 2021.
"Sedangkan komposisi kepemilikan saham mestinya tidak jauh berbeda seperti kontrak karya Freeport pada 1991 yakni Freeport McMoran Copper and Golden Inc dapat 70,64%, pemerintah Indonesia tetap 9,36%, sisanya 20% dibagi-bagikan kepada 'makelar' sebagai kompensasi atas jasanya memfasilitasi perpanjangan kontrak Freeport tahun 2041," paparnya. (mnx)