JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy memberikan keterangannya sebagai saksi ahli kepada panitia khusus (Pansus) Pelindo II DPR, Senin (14/12/2015).
Noorsy meminta agar Pansus Pelindo tak ragu untuk membatalkan perjanjian kerja sama pengelolaan Jakarta International Container Terminal (JICT) dari 2014-2038 yang diteken oleh Direksi Pelindo II dengan Hutchinson Port Holding (HPH), lantaran bertentangan dengan sejumlah aturan perundang-undangan.
Untuk diketahui, kontrak perpanjangan kerja sama pengelolaan JICT diteken pada Agustus 2014. Menurut Ichsanuddin, kontrak diteken sebelum mendapatkan izin seperti disyaratkan UU nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran.
Selain itu, lanjut dia, kontrak itu juga tak sejalan dengan perintah Kementerian BUMN pada Oktober 2014, yang meminta agar kesimpulan Panja Aset BUMN diperhatikan. Hal itu demi menghentikan proses penjualan, pelepasan, dan pemindahtanganan aset BUMN yang tidak sesuai dengan UU 17/2003 tentang Keuangan Negara, UU tentang BUMN, dan UU tentang Perbendaharaan Negara.
"Berdasarkan KUHP, ketika bertentangan dengan UU tentang Pelayaran, UU tentang Perbendaharaan Negara, dan UU BUMN, maka perpanjangan kontrak ini batal. Kontrak yang sudah dinotariatkan saja bisa batal demi hukum, apalagi yang belum dinotariatkan," tegas Ichsanuddin.
Dia juga memberi penekanan kepada Pansus, bahwa Pemerintah perlu diingatkan agar tak perlu membayar apapun bila kontrak pengelolaan JICT yang sedang berjalan dengan HPH bisa diputus tanpa perlu membayar.
Sebab berdasarkan analisa dia, bahwa kontrak JICT berjalan dengan banyak ketidakwajaran, khususnya terkait pembayaran pajak.
"Saya sarankan supaya Pansus meminta Penegak Hukum melakukan proses lebih lanjut atas dugaan adanya tindak pidana dalam proses perpanjangan kontrak itu," kata Ichsanuddin.
Terhadap pernyataan Menteri BUMN Rini Soemarno yang mengakui memberikan izin prinsip perpanjangan kontrak walau belum ada dimuat di Rancangan Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP), Ichsanuddin juga memberi saran. Yakni bahwa Menteri BUMN harus tunduk pada dua UU, yakni UU 17/2003 tentang keuangan negara dan UU 19/2003 tentang BUMN. Di situ diatur ketentuan soal Rapat Umum Pemegang saham (RUPS), yang juga memiliki ketentuan soal RKAP.
"Artinya, perpanjangan kontrak harusnya diputuskan dulu di RUPS dan termuat di RKAP," kata Ichsanuddin.(yn)