SURABAYA (TEROPONGSENAYAN) - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya siap mengkaji kembali Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) minuman beralkohol jika banyak penolakan dari berbagai elemen terutama masyarakat.
"Kami mencoba koordinasi dengan Biro Hukum Pemprov Jatim dengan menjembatani usulannya seperti apa, karena kalau ada penolakan kita akan kaji kembali bagusnya seperti apa," ujar Sekretaris Kota (Sekkota) Surabaya Hendro Gunawan usai mengikuti paripurna di gedung DPRD Surabaya, Selasa (9/2/2016).
Munculnya penolakan terhadap raperda minuman beralkohol lantaran dalam salah satu pasalnya memperbolehkan pasar swalayan atau hypermart/supermarket menjual mihol golongan A dengan kadar alkohol di bawah 5 persen.
Menurut dia, secara prinsip Pemkot Surabaya mendukung penuh keputusan pansus raperda pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol.
Hal ini dikarenakan raperda itu dirancang untuk mengendalikan bukan melarang peredaran minuman keras di Kota Pahlawan. Sehingga, hanya titik-titik tertentu yang boleh menjual, dan orang-orang yang mengonsumi bisa diatur.
"Karena kalau tidak dikendalikan, berarti setiap orang bisa menjual, ini yang berbahaya, dampaknya tentunya oplosan atau minuman keras yang illegal pasti masuk," katanya.
Hendro menegaskan Pemkot Surabaya tidak ingin minuman beralkohol beredar bebas tanpa ada pengendalian dan pengawasan. Pemkot Surabaya mewacanakan, sistem pengawasannya berbasis identitas.
Artinya, lanjut dia, pembeli minuman harus menunjukkan identitas berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP), sehingga pembelian minuman beralkohol hanya diperbolehkan bagi orang-orang dewasa.
"Sistem krosceknya tentunya bisa diawasi dengan real time online, berapa sebetulnya yang beredar, siapa yang menikmati, berapa jumlah yang beredar kita harus tahu," urainya.
Sementara itu, anggota Pansus Raperda Minuman Beralkohol Mazlan Mansyur mengatakan pihaknya saat ini sudah mulai melakukan public hearing terhadap raperda tersebut.
"Hari ini kami telah mengundang sejumlah perwakilan mahasiswa dari beberapa berguruan tinggi seperti ITS (Institut Teknologi Sepuluh Nopember) dan Unair (Universitas Airlangga)," katanya.
Untuk selanjutnya, pihaknya akan mengundang sejumlah elemen masyarakat lainnya. Hal ini dimaksudkan agar semua masyarakat tahu mengenai alur dari tujuan raperda itu secara benar.
"Biar tidak ada salah persepsi. Bahkan raperda ini penting untuk mengendalikan peredaran minuman beralkohol," katanya.
Ketua DPD Partai Golkar Surabaya M Alyas mengindikasikan penolakannya terhadap keputusan pansus raperda minuman beralkohol karena pembatasan itu berkolerasi erat dengan pembinaan moral generasi muda.
"Dilarang saja masih bisa diakses, apalagi tidak dilarang, maka peredaran mihol semakin tidak terkendali," ujarnya.
Menurutnya, melihat sosia-kultural Surabaya, peredaran minuman beralkohol harus dilarang secara terbatas. Secara substansi dilarang, tapi untuk hotel bintang tiga diperbolehkan menjual.
"Ini belum final, kami masih mau bahas lagi keputusan Golkar seperti apa nantinya," kata M Alyas.(yn)