JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mandiri harus bersiap-siap mengeluarkan dana tambahan untuk pembayaran iuran kepesertaannya mulai 1 April 2016.
Mulai tanggal itu, iuran peserta mandiri BPJS Kesehatan atau peserta bukan penerima upah (PBPU) dan peserta bukan pekerja naik.
Kenaikan itu diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.
"Ketentuan besaran iuran sebagaimana dimaksud mulai berlaku pada tanggal 1 April 2016," demikian bunyi Pasal 16F ayat (2) Perpres tersebut.
Menurut Perpres ini, iuran kepesertaan penerima bantuan iuran (PBI) naik menjadi Rp23.000 per orang per bulan dari sebelumnya Rp19.225. Iuran Jaminan Kesehatan bagi peserta PBI ini didaftarkan oleh pemerintah daerah.
Sementara iuran PBPU dan peserta bukan pekerja atau peserta mandiri juga naik, yaitu iuran PBPU kelas III menjadi Rp30.000 dari sebelumnya Rp25.500, kelas II Rp51.000 dari sebelumnya Rp42.500, dan kelas I Rp80.000 dari sebelumnya Rp59.500.
Berdasarkan Perpres tersebut, kenaikan iuran hanya berlaku bagi peserta mandiri BPJS Kesehatan yang saat ini hanya 9,9 persen dari total peserta 163 juta orang.
Dari total peserta itu, 63 persen pesertanya adalah masyarakat miskin yang iurannya ditanggung oleh negara.
Dikeluhkan Kenaikan ini banyak dikeluhkan sejumlah kalangan di masyarakat yang memiliki kartu BPJS Kesehatan yang kini dalam perpres itu dinamai Kartu Indonesia Sehat (KIS).
Mereka menganggap seharusnya BPJS Kesehatan mencari tahu dulu apakah peserta, khususnya dari kalangan masyarakat kecil, tidak terbebani dengan kenaikan itu.
BPJS Kesehatan juga dinilai perlu lebih dulu memperbaiki layanan dan fasilitas kesehatan untuk peserta. Misalnya, tidak ada lagi antrean panjang dalam mengurus BPJS dan peserta yang sakit agar cepat ditangani rumah sakit hingga sembuh.
Manajemen BPJS Kesehatan juga harus rutin menyampaikan laporan keuangannya kepada masyarakat karena mereka ingin tahu untuk apa saja iuran yang mereka bayar itu digunakan.
Selain itu, BPJS juga harus melaksanakan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Kurang transparannya BPJS Kesehatan dalam mensosialisasikan Perpres Nomor 19 Tahun 2016 itu sepertinya membuat sejumlah kalangan menduga-duga mengapa kenaikan itu terjadi.
Antara lain tersiar kabar bahwa BPJS kesulitan dana atau "collapse" karena kewajibannya membayar rumah sakit lebih besar dari dana yang dimiliki.
Masalah ini dibantah oleh Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris yang menegaskan bahwa pemasukan dan pengeluaran BPJS Kesehatan itu "balance" (seimbang) dan tidak ada masalah.
Perlu Disesuaikan Dalam Perpres itu dijelaskan bahwa pemerintah memandang beberapa ketentuan dalam Perpres Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan sebagaimana diubah dengan Perpres Nomor 111 Tahun 2013 perlu disesuaikan dengan kebutuhan penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional (JKN).
Atas dasar pertimbangan tersebut, seperti dilansir laman Sekretariat Kabinet www. setkab.go.id, Presiden Joko Widodo pada 29 Februari 2016 menandatangani Perpres Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.
Setiap peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan berhak mendapatkan identitas peserta berupa Kartu Indonesia Sehat (KIS), yang diberikan kepada peserta secara bertahap.
Dalam Perpres itu disebutkan, peserta bukan PBI merupakan peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu yang terdiri atas pekerja penerima upah dan anggota keluarganya, PBPU dan anggota keluarganya, serta bukan pekerja dan anggota keluarganya.
Pekerja penerima upah itu terdiri atas pegawai negeri sipil, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, pimpinan dan anggota DPRD, pegawai pemerintah non pegawai negeri, pegawai swasta, dan lain-lain.
Yang dimaksud PBPU adalah pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri dan pekerja di luar itu yang bukan penerima upah.
Adapun yang dimaksud bukan pekerja adalah investor, pemberi kerja, penerima pensiun, veteran, perintis kemerdekaan, janda, duda, atau anak yatim piatu dari veteran atau perintis kemerdekaan, dan lain-lain yang mampu membayar iuran.
Menurut Perpres ini, pekerja penerima upah dan anggota keluarganya meliputi pekerja penerima upah, istri/suami yang sah, anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak angka yang sah, sebanyak-banyaknya lima orang.
Perpres ini juga menegaskan, pemberi kerja wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta Jaminan Kesehatan kepada BPJS Kesehatan dengan membayar iuran.
Jika pekerja belum terdaftar, pemberi kerja wajib bertanggung jawab pada saat pekerjanya membutuhkan pelayanan kesehatan sesuai dengan manfaat yang diberikan oleh BPJS Kesehatan.
Menurut Perpres ini, setiap PBPU wajib mendaftarkan dirinya dan anggota keluarganya secara sendiri-sendiri atau berkelompok sebagai Peserta Jaminan Kesehatan pada BPJS Kesehatan dengan membayar iuran.
Selain itu, setiap orang bukan pekerja wajib mendaftarkan dirinya dan anggota keluarganya secara sendiri-sendiri atau berkelompok sebagai Peserta Jaminan Kesehatan pada BPJS Kesehatan dengan membayar iuran.
Baik pemberi kerja, PBPU dan peserta bukan pekerja diwajibkan membayar iuran kepada BPJS Kesehatan paling lambat tanggal 10 setiap bulan. Iuran Jaminan Kesehatan dapat dibayarkan untuk lebih dari satu bulan yang dilakukan di awal.
Jika ada keterlambatan lebih dari satu bulan sejak tanggal 10, penjaminan peserta diberhentikan sementara sesuai bunyi Pasal 17A.1 Perpres tersebut.
Pemberhentian sementara penjaminan peserta itu akan berakhir dan kepesertaan aktif kembali jika peserta membayar iuran bulan tertunggak paling banyak untuk waktu 12 bulan dan membayar iuran pada bulan saat peserta ingin mengakhiri pemberhentian sementara jaminan.
Berdasarkan Perpres tersebut, selain menaikkan iuran pekerja mandiri, pemerintah juga menamakan kartu BPJS Kesehatan menjadi Kartu Indonesia Sehat (KIS), kartu kesehatan ala Presiden Joko Widodo saat kampanye dulu.
Pemerintah juga mengubah batasan gaji maksimal yang jadi dasar hitungan iuran dari 2 x Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) menjadi berdasarkan gaji bulanan dengan angka maksimal Rp8 juta per bulan. (Icl)