JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Ratusan demonstran dari aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Jabodetabek yang menggelar aksi di depan Istana Presiden sempat bentrok dengan polisi.
Kejadian itu berawal saat mahasiswa tidak terima kala aparat kepolisian dianggap melakukan pengamanan dengan gelagat represif. Mahasiswa akhirnya tersulut emosinya.
Bentrokan dan aksi saling dorong pun tak dapat dihindari, lantaran mahasiswa mencoba memaksa masuk ke Istana.
Mereka kemudian mendorong blokade polisi karena kecewa terhadap pengamanan dari jajaran Polri yang dinilai berlebihan.
Hal itu bermula saat mahasiswa meminta bertemu langsung dengan Presiden Jokowi. Tetapi, permintaan tersebut 'dijawab' dengan melakukan penghadangan dua mobil Baracuda Brimob Polri dengan beberapa personil yang dilengkapi dengan gas air.
Tak ayal, aksi demonstrans yang tadinya berlangsung damai berubah menjadi memanas. Seketika mereka bereaksi dengan mendorong pagar betis aparat keamanan yang memang sejak awal kedatangan mahasiswa sudah memasang pagar betis.
Dalam insiden ini, puluhan Polwan yang sebelumnya juga ikut dalam pagar betis polisi, lari tunggang langgang. Mereka tampak tak kuat menahan dorongan mahasiswa.
Mereka lari terbirit-birit dengan meminta bantuan kepada rekan-rekannya yang sudah bersiap di ring dua. Suasana juga sempat memanas saat beberapa Polwan terkena injak polisi lainnya.
Sejumlah personel polisi juga terus mencoba mempertahankan barisan dan mendorong mundur peserta aksi.
"Aksi kami berlangsung damai, kami mewakili rakyat Indonesia. Kenapa kami diperlakukan represif begini?," teriak seorang orator aksi dari mobil komando.
Kondisi panas terus berlanjut. Sebagian mahasiswa tetap mendorong barisan polisi untuk bertemu Jokowi di istana.
Melalui mobil pengeras suara, polisi beberapa kali menyerukan mahasiswa tak maju dan menahan diri.
Suasana panas ini akhirnya mereda saat kedua kubu menahan diri.
Orator aksi mengaku,n aksi mereka didasari tuntutan kepada pemerintah untuk segera menurunkan harga sejumlah komoditas kebutuhan masyarakat.
"Program pemerintah saat ini jelas merugikan rakyat kecil. Kenaikan tarif administrasi Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), BBM (bahan bakar minyak), dan kenaikan tarif listrik, ini semua mencekik rakyat kecil," ujarnya.
Menurut mereka, kebijakan tak berpihak itu disebabkan lemahnya koordinasi kementerian yang justru menimbulkan kegaduhan saat merumuskan kebijakan. Akibatnya, kebijakan justru prematur dan merugikan rakyat.
"Kesejahteraan umum itu sumber kebahagiaan rakyat. Negara tidak boleh menjadi tempat penggarong atas nama kapital," katanya.(yn)