Kisruh soal Freeport di Tambang Emas Tembagapura Papua terus berlanjut. Perusahaan asal Amerika Serikat ini diterpa segudang masalah yang membuat perusahaan tambang terbesar di dunia ini tidak bisa beroperasi secara normal. Mulai dari masalah polemik perpanjangan Kontrak Karya (KK), ketidakmampuan perusahaan ini melaksanakan UU mineral dan batubara (Minerba), gagalnya divestasi saham Freeport kepada pihak nasional, hingga masalah relaksasi ekspor konsentrat.
Segudang masalah ini telah melahirkan konflik, sengketa. Sengketa dan polemik antara pemerintah dengan perusahaan penghasil emas, tembaga dan perak terbesar di Indonesia. Masalah yang sepertinya tidak akan ketemu ujungnya dan terus berpindah dari polemik yang satu ke polemik yang lain. Freeport telah menjadi ladang pertarungan (batleground) antara kekuatan global yang tengah berebut sumber daya alam yang sangat penting bagi perdagangan global. Pertarungan yang menghadapkan Amerika Serikat dan China secara berhadap hadapan di Indonesia.
Serangan bertubi-tubi dari pemerintah Indonesia kepada Freeport tepat disaat pemerintah AS tengah menghadapi masalah internal, pertentangan berbagai kubu yang belum tuntas sejak hasil pilpres AS lalu, yang menyebabkan kemampuan intervensi AS dalam mengamankan perusahaannya melemah. Ditambah lagi kebijakan Donald Trump yang lebih berorientasi ke dalam menyebabkan perlindungannya kepada Freeport melemah.
Muncul pertanyaan di tengah publik apakah Freeport akan berpindah tangan dari AS ke tangan China? Sebagaimana nasib saudara terdekatmya perusahaan PT Newmont Nusa Tenggara yang telah lebih dulu jatuh ke tangan China melalui pinjaman China kepada taipan Indonesia. Hal ini tampaknya sangat mungkin untuk terjadi melihat China dalam posisi siap menguasai Freeport melalui tangan taipan-taipan Indonesia.
Tersebar kabar bahwa lingkaran penguasa ESDM, Kementerian Maritim, Kementerian BUMN telah mengatur skenario untuk menyerahkan Freeport kepada China. Kabar yang mesti segera diversifikasi kebenarannya. Jika ini benar terjadi maka berakhir sudah dominasi perusahaan tambang AS di Indonesia, setelah sebelumnya perusahaan perusahaan tambang minyak AS siap meninggalkan Indonesia seiring kejatuhan harga minyak.
Belakangan ini China memang memperlihatkan kecenderungan yang besar untuk masuk sebagai penguasa ekonomi Indonesia menggantikan supremasi Amerika Serikat. Ini telah ditunjukkan oleh penguasaan mereka atas investasi tambang, perkebunan, property dan infrastruktur. Sementara AS melepaskan satu persatu bandul- bandul ekonomi utama yang selama berpuluh puluh tahun mereka kuasai.
Kasus Freeport akan menjadi penentu arah kebijakan investasi pemerintahan Jokowi sekaligus penentu siapa sekutu pemerintahan ini. Apakah China atau Amerika Serikat? Mengapa penentu? Freeport dan juga seluruh kekayaan Papua merupakan faktor utama yang mewarnai geopolitik global sejak perang dunia II berakhir. Freeport dan Papua menentukan Indonesia berteman dengan siapa? China atau Amerika Serikat.(*)
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #