JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Anggota Komisi II DPR RI Rahmat Nur Hamka menilai, tindakan Gubernur Aceh petahana Zaini Abdullah yang merotasi pejabat eselon II merupakan tindakan ilegal. Sebab, masa jabatannya akan berakhir pada 25 Juni 2017 mendatang.
Zaini Abdullah merupakan calon petahana dalam Pilkada Aceh yang digelar 15 Februari 2017 lalu. Ia kalah telak dari dua pesaingnya, Irwandi Yusuf dan Muzakir Manaf. Perolehan suara Zaini terpaut jauh dari Irwandi dan Muzakir.
"Hal ini harusnya tidak boleh terjadi, sudah diatur bahwa petahana tidak boleh melakukan mutasi 6 bulan sebelum pencalonan, dan calon terpilih setelah dilantik setelah 6 bulan baru bisa melakukan mutasi. Jadi sungguh tidak rasional kalau petahana kalah melakukan mutasi, harusnya juga tidak boleh," ujar Rahmat di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/3/2017).
Rahmat menandaskan, tindakan Zaini akan menimbulkan konflik kepentingan. Untuk itu, ia meminta agar Zaini mematuhi Pasal 71 ayat (2) UU nomor 10 Tahun 2016.
"Karena akan sangat konflik kepentingan, tapi konsekuensi dari petahana kalah tidak ada juga, sehingga ini harus diatur kedepannya, agar tidak ada kesewenang-sewenangan kepada birokrasi," ungkap politisi PDI Perjuangan itu.
Sebelumnya, Gubernur Aceh Zaini Abdullah, Jumat (10/3/2017) pekan lalu secara mengejutkan melakukan mutasi pejabat di Pemerintahan Aceh, secara besar-besaran.
Atas tindakan tersebut, sejumlah pejabat yang terkena rotasi melakukan protes. Dimana, sejumlah 18 Kepala Satuan Kerja Pemerintahan Aceh (SKPA) yang dicopot jabatannya oleh Gubernur Zaini, mengadu ke Kemendagri dan Komisi Aparatur Negara (KASN).
Tak hanya DPR, beberapa hari lalu pihak Kemendagri melalui Direktur III Otonomi Daerah Kemendagri, menjelaskan sesuai ketentuan, kepala daerah yang akan habis masa jabatannya tidak bisa lagi melakukan mutasi pejabatnya, kecuali ada izin dari Mendagri.
Pihak Kemendagri menjelaskan bahwa pihaknya tidak pernah memberikan izin kepada Gubernur Aceh. Padahal, aturan tersebut untuk seluruh Indonesia termasuk didalamnya Provinsi Aceh.
Ketentuan yang dimaksud yakni Pasal 71 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati dan Wali Kota atau Wakil Wali Kota Menjadi Undang-Undang.(yn)