Opini
Oleh Asyari Usman (Mantan Wartawan BBC) pada hari Sabtu, 22 Apr 2017 - 19:37:23 WIB
Bagikan Berita ini :

Kemenangan Anies Bukan Kebangkitan Radikalisme

15IMG_20170201_194417.jpg
Asyari Usman (Mantan Wartawan BBC) (Sumber foto : Istimewa )

Rata-rata media asing menyimpulkan bahwa kemenangan Anies atas Ahok dalam pilkada DKI adalah kemenangan yang mencerminkan kebangkitan paham radikal, kebangkitan Islam garis keras, dan berbagai konotasi negatif lainnya.

Kesimpulan ini betul-betul simplistik, tanpa pengamatan yang cermat. Padahal, hasil pilkada 58% untuk Anies itu sebagian besar berasal dari warga Jakarta yang pemahaman keagamaannya bermacam-macam dan cara berislamnya juga beragam. Paling-paling yang dimaksudkan radikal itu adalah kelompok FPI, FUI, Hizbut Tahrir, PKS, atau yang lain-lain semisal mereka, yang jumlahnya tidak mungkin menjadi faktor kemenangan Anies.

Ok-lah, kita setujui dulu teori “elemen agama” yang mengantarkan Anies mencapai kemenangannya. Kita lihat saja corak umat Islam yang disangka radikal itu.

Pertama, kelas menengah-atas. Di lapisan ini, tidak akan Anda ditemukan pemilih radikal. Mereka memang semakin banyak yang memakai jilbab, semakin banyak menekuni spiritualitas, tetapi pengajian-pengajian yang mereka ikuti belum pernah terdeteksi mengarah ke radikalisme. Secara teoritis pun tidak bakalan ada orang yang berkehidupan mapan, intelektual, plus memiliki pemahaman keagamaan yang kritis, yang akan menjadi penganut radikalisme. Tentu saja akan ada “margin of error”-nya. Bisa jadi, satu diantara sejuta warga kelas menengah-atas yang belajar Islam, akan meyakini paham dan tindakan radikal.

Kedua, kelas bawah. Kita saksikan sendiri setiap hari, di semua pelosok Indonesia, termasuk di Jakarta, bagaimana kaum muslimin (terutama yang muslimah, perempuan muslim) mempraktikkan syariat Islam. Jangankan menampakkan ciri-ciri radikal, membaca al-Quran saja pun banyak sekali yang buta huruf. Kemudian, lihat juga cara kaum muslimah kelas akar rumput itu berbusana. Jangankan mengenakan pakain yang sesuai syariat, untuk membedakan apakah mereka muslimah atau bukan, kita akan mengalami kesulitan.

Apakah penduduk Jakarta seperti ini yang Anda katakan Islam radikal yang memilih Anies? Menurut saya, sekarang ini Anies bakalan sibuk menyediakan guru-guru agama di kantung-kantung kemiskinan Jakarta agar umat Islam yang “radikal” dalam ketidakislamannya itu, bisa berubah. Agar mereka yang tidak mengerti Islam yang sesungguhnya itu, tidak menjadi lahan subur bagi radikalisme.

Maaf, berjuta kali maaf kepada kaum miskin di Jakarta, dan di Indonesia pada umumnya. Saya katakan ini karena tudingan Islam radikal yang memenangkan Anies-Sandi itu hampir pasti diarahkan kepada bapak-ibu sekalian. Sangkaan ini yang harus kita luruskan.

Sekarang, kembali sebentar ke FPI, FUI, Hizbut Tahrir, PKS, dll, yang Anda lihat punya kemungkinan untuk berideologi radikal. Mungkin orang luar menyangka kelompok-kelompok yang dicontohkan ini bisa dengan mudah membuat lapisan akar rumput, orang miskin, menjadi radikal.

Orang-orang yang Anda anggap radikal ini setiap harinya “setengah mati” mengajak warga untuk ikut belajar huruf Arab. Tidak mudah berda’wah di bawah sana, Bung! Kondisi hidup mereka nyaris tidak menyisakan waktu bagi mereka untuk melayani ajakan mengaji. Melatih mereka untuk berjilbab saja perlu waktu bertahun-tahun. Mengajak mereka agar ikut sholat di masjid, perlu waktu panjang.

Mereka inikah yang sekarang Anda sebut kaum radikal yang membuat Anies menang? Sangat keliru.

Anda hanya menulis “kesimpulan pra-bayar” (premeditated conclusion) yang sudah Anda siapkan sendiri supaya tulisan Anda terasa mengalir dengan indah.(*)

(Artikel ini merupakan opini pribadi penulis, tidak ada kaitannya dengan BBC)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
RAMADHAN 2025 H ABDUL WACHID
advertisement
DOMPET DHUAFA RAMADHAN PALESTIN
advertisement
RAMADHAN 2025 M HAEKAL
advertisement
RAMADHAN 2025 AHMAD NAJIB Q
advertisement
DD MEMULIAKAN ANAK YATIM
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Pulau Penjara Korupsi

Oleh Cak AT (Ahmadie Thaha)
pada hari Jumat, 14 Mar 2025
Prabowo Subianto, dengan gayanya yang khas, kembali melontarkan gagasan yang menggugah imajinasi: penjara khusus koruptor di pulau terpencil, lengkap dengan hiu-hiu dan buaya lapar yang berjaga di ...
Opini

Aroma Sedap Dwifungsi TNI

Ah, Indonesia. Negeri yang reformasinya seperti diet —niatnya sih langsing, tapi akhirnya kembali melar juga. Dulu, rakyat berteriak menolak dwifungsi ABRI. Mahasiswa turun ke jalan, aktivis ...